Senin, 18 Juli 2016

Nguleg Sambel Pecel

Pecel. Tetep semangat nadyan awak lungkrah lan kesel. Oh iya dong, apapun yang terjadi toh kita harus tetap bersemangat. Unknown berkata, "never quit before try". Setuju. Kalo belum mencoba, untuk apa menyerah? Kamu tak selemah itu. Yang percaya katakan, iya saya tak selemah itu.

Contohlah filosofi bumbu kacang. Untuk menjadi sebuah bumbu kacang, ada berapa banyak biji kacang tanah yang tergerus munthu? Diuleg, ditumbuk, diplithes plithes, sampai benar benar halus dan tak bersisa. Apa perasaan si kacang tanah? Apakah kita sempat berpikir tentang mereka yang rela menjadi semangkuk sambel kacang yang enak menemani menu makan kita? Coba bayangkanlah, kacang tanah itu tak mengeluh walau dideplok sedemikian hebatnya. Mereka ikhlas saja. Dimakan lawaran pake garam ya monggo, diuleg buat jadi sambel rujak ya monggo, jadi sambel pecel ya monggo. Bebas. Krn kacang tanah percaya walau kecil mereka banyak gunanya. Kacang tanah percaya Tuhan tak pernah salah dalam menciptakan sesuatu. Kacang tanah rela digilas munthu berkali kali karna dia tau dia akan menjadi sesuatu yg lebih enak lagi. Nggak diuleg aja enak, apalagi diuleg. Gitu mungkin. Jadi, dia tenang aja. 

Demikian kita, sekecil apapun kita di mata mereka, kita berguna. Tak masalah jika saat ini perjuangan seperti tak ada habisnya. Rencana Tuhan tak pernah gagal. Mungkin kita harus diuleg dulu. Dideplok. Ditumbuk. Diproses. Proses orang satu dan yang lain berbeda beda. Dan nikmati saja. Rencana Tuhan tak pernah meleset. Ikhlas. Percayalah, ada sambel kacang yang enak setelah proses pengulegan.

Ini juga yang membuat saya doyan banget sama yang namanya sambel kacang. Pecel, somay, toprak, dan semua yang ada sambel kacangnya. Teramat doyan. Seperti kesetanan. Kalau makan tak berkesudahan. 

Namun saya tak memandang si kacang tanah. Saya melihat dr tangan tangan yang mengulegnya. Dipikir nggak capek pekerjaan nguleg itu. Mending yang dipegang lembut dan empuk. Ini munthu. Batu, atos. Keras. Betapa kerennya jiwa para penguleg. Mereka tak kenal capek nguleg kacang tanah. Karena lagi lagi mereka tau, ada sambel kacang yang enak setelah proses pengulegan.

...

Sebagai kaum marjinal, hendaknya kita selalu berfilosofi tentang apa apa hingga apa apa itu ada artinya. Agar kita disebut yang berbahagia. Biasakanlah untuk mengartikan apa apa. Walau mungkin apa apa itu tak begitu penting. Tapi sungguhkah tak ada yg penting dalam hidupmu?

Apa apa itu apa? Apa saja. Tentang kamu, tentang hidupmu. 



Cibubur 18 Juli 2016, mendung diam diam merayap.

*RI*


Pf. Itu mendung apa cicak?

Minggu, 17 Juli 2016

Telung Puluh Siji

Ganjil sudah sang usia. Telung puluh siji. Tak kureka resolusi. Tak kususun doa bagi mimpi mimpi. Tak ada celah untuk untaian ucap harap dan permohonan.

Semua mengalir terimakasih dan terimakasih. TERIMAKASIH. Seratus terimakasih tak kan cukup mewakili. Seribu telud rasanya tak pernah cukup. Sejuta syukurku seperti masih kurang. Hanya terimakasih dan terimakasih.

Terimakasih Tuhan. Kau beri penyertaan. Kau lengkapi aku dengan kekuatan. Kau beri aku kesabaran. Kau tempa aku dengan keikhlasan. Kau ganti kegagalanku dengan semangat yang tak pernah akan padam. Kau lihat tiap tiap putus asaku dan segala kekecewaanku dengan kasih sayang. Kau rubah itu semua menjadi sebuah kisah hidup yang kelak tak terbantahkan. Oh ya benar sekali, saya sedang menulis sejarah. Sebuah kisah dengan tinta emas dan senyuman.

Terimakasih Tuhan atas segala yang indah. Keringat itu, air mata itu, rasa kecewa dan ratusan kegagalan itu, semuanya indah. Indah sekali.

Telung puluh siji. Urip kudu mawas diri.

Yang lain mungkin saja bisa dengan mudah mendapat apa yg ia mau. Yang lain mungkin saja bisa dengan cepat menggapai apa yg ia cita citakan. Yang lain mungkin saja bisa dengan cepat begini begitu dan sebagainya. Aku berbeda. Karna aku istimewa. KasihMu luar biasa. Itu aku percaya. Aku berbeda dengan yang lainnya. Untuk mendapatkan yg aku inginkan, aku harus dengan segenap tenaga meraihnya. Itupun masih saja sering lusut. Tak apa. Tak masalah dengan semuanya. Aku masih berdiri, dengan semangat yang tinggi, mendapatkan semua mimpi mimpi. Tak apa. Tak apa. Santai saja. Semua ada masanya. Katanya, tak ada hasil yang mengkhianati usaha. Katanya. Namun toh aku percaya. 

Telung puluh siji. Urip ra perlu nganggo iri dengki.

Tak perlu iri dengan kanan kiri. Fokus dengan yang di depan. Konsentrasi dan siaga dengan apa yang dicita citakan. Seperti mau perang, utk membobol gerbang mimpi, amunisi harus dilengkapi. Usaha kuat, semangat, doa mengikat. Dan lihat, ada pelangi menanti. Setelah hujan badai bahkan. Ada pelangi. Tunggu saja nanti. Dia datang sendiri. Sembari menanti jangan lupa tetap gigih mengejar mimpi. Munggah munggah munggah. Berkah berkah berkah.

Telung puluh siji. Urip kui kudu ngati ati.

Biar lambat asal selamat. Tak apa aku tak berada di point itu sekarang. Tak mengapa. Tuhan menopang. Tak apa aku tak berada di posisi itu sekarang. Tak mengapa. Tuhan menyertai perjuanganku. Biarlah prosesku sepelan keong sawah, namun indahnya kekal mengabadi sampai nanti aku mati.

Ah, telung puluh siji. Kathah berkah saha bingah saking Gusti.

*RI*

Jadilah Bahagia

Kelak kuajarkan pada anakku. Jadilah orang yg beruntung.

Orang beruntung mengalahkan segalanya. Orang cerdas kalah dengan orang yg beruntung. Orang yang tampan cantik kalah dengan orang yang beruntung. Orang yang kuat kalah dengan orang yang beruntung.

Cari saja contohnya sendiri. Batere hape hampir habis. Kebalikan dengan semangat hidup. Yang masih muncup muncup. Yang masih kemepul. Jos mentul mentul.

Namun, kelak kuajarkan pada anakku. Diatas orang beruntung, ada lagi yang lebih menangan. Yaitu orang yg berbahagia.

Jadi, kelak jadilah orang yang berbahagia.

Itu saja. Jangan muluk muluk.
Berbahagialah.

Cukup untuk menikmati hidup. Cukup untuk memenangkan hidup.

Cikarang, penghujung 30
*RI*


Martinus Cavin dengan hasil lukisannya. 2013. Cikeas Cibubur. 

Sabtu, 16 Juli 2016

Dengan Bahagia

Aku ingin mengenangmu dengan bahagia
Dengan masa yang tanpa luka
Dengan ketika yang tanpa kecewa

Selamat ulang tahun, Bapakku

Biar kunyalakan lilin di atas kue untukmu
Biar kemudian kutiup sendiri
Biar kulayangkan segala harap
Seperti senja yang memekat
Doaku masih sama. Setia.
Tak berpindah tempat
Kuharap kau slalu bahagia

Selamat ulang tahun, Bapakku

Seperti halnya rindu. Doaku kuat dan menetap. Untukmu, Bapakku.

Maka, tidurlah.
Kudaraskan rosario untukmu
Kubacakan kisah Ayub untukmu
Kuharap kau slalu bahagia

Maka, tidurlah.
Lupakan masa lalu kita
Karna kuharap kau slalu bahagia
Karna aku ingin mengenangmu
Juga dengan bahagia

Sekali lagi
Selamat ulang tahun,
Bapakku

*RI*

17 Juli 2016. 62 tahunmu seharusnya. Namun kau memilih bahagia di sana.

Kamis, 24 Maret 2016

Hatur Terimakasih

Mas Joe. Suami saya yang  malam ini lebih memilih tidur di musholla kantin Living World Mall Alam Sutra. Tak bisa menikmati Paskah taun ini. Suamiku, aku mbrambangi untukmu.

Kami baru saja menambah kuantitas sound system kami. Pf, kuantitas yang pasti disertai kualitas ya. Yang pasti, kami menambah hutang lagi. Saat ini masuk tahun ke dua usaha sound system kami. Dengan semakin banyaknya orderan, semakin berat dan beragamnya alat sound kami, sayangnya dibarengi dengan kurangnya jumlah man power. Ya iyalah, kami anak baru di dunia sound system. Masih bau ingus. Hanya Tuhan saja yang mungkin terlalu berani mempercayakan kepesatan usaha ini kepada kami. Kamipun akhirnya ikut ikutan memberanikan diri menanggapi kehendak Tuhan yg ini.

Malam ini, harusnya kami tidur bersama. Di kasur yang enak. AC yang menyala dingin, di bawah selimut yang hangat. Entah hangat karna selimut atau karena kami berpelukan. Paginya bangun menikmati ibadah Jumat Adi. Tapi tidak utk tahun ini.

Suami saya tampaknya bekerja lebih luar biasa. Lebih keras. Saya menatapnya dari layar chat bbm kami.  Loading dr jam 9 malam. Setting dengan gelap gelapan karna lampu mall sudah dimatikan. Baru bisa kelar jam 5 pagi. Sekarang dia pamit tidur di musholla kantin. Jam 6 harus bangun lagi nyetting lagi. Karna listrik baru hidup jam segitu. Saya mbrambangi.

Saya bantu doa ya. Dari sini. Dari hati. Untukmu yang berjuang demi keluarga kecil ini.

Hard work will be paid off. Hard work never betray you. Hard work will be rewarded.

Matur nuwun mas Joe. TUHAN YESUS MENGASIHIMU. Aku juga.

*RI*

Puisi Malam Manusia Tak Tau Diri

Ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.
Yesaya 53:5b

Tuhan mana yang seperti Engkau
Dihina dan disiksa
Disalib dan didera
Merendahkan diri
Bagi kami
Manusia tak tau diri

Tuhan mana yang seperti Engkau
Dimahkotai duri
JubahMu diundi
Dihina diteriaki sampai mati
Menebus dosa kami
Manusia tak tau diri

Tuhan mana yang seperti Engkau
Mati matian sendiri
Menanggung lara pilu dan malu
Ditelanjangi
Dilukai
Hanya untuk kami
Manusia tak tau diri

Tuhan mana yang seperti Engkau
Tak ada lagi
Kasih yang tulus hati
Kasih yang mengorbankan diri
Kasih yang total hingga mati
Bagi kami kami
Manusia tak tau diri

Tuhan mana yang seperti Engkau
Tak ada lagi
Tersisa kini
Kenangan memori
Mengenang kasih dan sengsara sejati
Penebusan yang ilahi
Untuk kami
Lagi lagi manusia yang tak tau diri

Tuhan mana yang seperti Engkau
Kini kami sembah sujud
Menangis dalam telud
Bersyukur masih dikaruniai hidup
Semoga tak lagi menjadi
Manusia tak tau diri..

Cibubur, Jumat Agung 2016
Maret,
Manusia tak tau diri *RI*

Mengenang

Setahun lebih sebulan pernikahan. Tak kunjung ada tanda didatangkan, tak kunjung ada kabar disegerakan.

Tuhan tak kunjung mempercayai saya sebagai seorang ibu.

Mungkin.

Sekarang saya tak lagi begitu memperhatikan. Waktu saya habis dilalap pekerjaan dan hutang. Hutang untuk memperbesar usaha. Saya dan suami sedang semangat sekali bekerja. Beruntunglah saya, pikiran nyaru. Nyamar. Tak lagi berkutat memikirkan kapan saya hamil.

Ya memang tidak selalu. Seperti saat ini. Saya ingat kembali karena tautan postingan facebook setahun lalu.

Saya tertawa dengan tak sadar air mata menggumpal di ujung ujung mata. Bohong saya tak ingin hamil. Bohong saya lupa rasanya ingin hamil. Bohong.

Namun, terjadilah padaku sesuai apa yang Kau kehendaki. Tuhan, hidup ini Kau yang rancang. Tepat atau tidaknya waktu, tergantung kehendakMu.

Saat ini saya hanya hendak bersyukur. Saat ini walau kehidupan tak begitu bersahabat, namun doa sungguh menguatkan. Jika bukan karena doa, entah jadi apa saya belakangan ini.

Doa kuat, semangat kuat. Tak henti hentinya saya percaya, bahwa semua ada masanya. Nak lanang atau wedok apapun itu, ah sabar ya..

Tuhan, tetaplah bersama saya.

*RI*