Betapa saya menangis saat membaca postingan saya di blog ini mengenai keinginan saya utk mempunyai anak. Saya sedih, tak terbayangkan. Bulan depan, setahun pernikahan. Usia yang muda dan lumrah saja jika pasutri memutuskan utk menunda momongan. Tapi saya dan suami tak mau menunda. Ayo Tuhan, beri kami putra. Demikian mungkin saya tak bisa menahan rasa ingin saya yang hari demi hari semakin menggila.
Mereka di luar sana bilang, sudah tunggu saja nanti juga diberi. Atau ada juga yang berkata, ah kalian masih muda kan sekarang bisa dipuas puasin dulu pacarannya.
Ah, mereka tak tau.
Saya berburu dengan waktu.
Saya bermimpi, anak saya bisa paling tak mengenal dan merasakan ditimang simbahnya, buyutnya bahkan. Dan lewat satu. Bapak saya sudah pergi duluan. Simbah saya dari ibu masih sehat, sedang simbah dari bapak sudah lama perginya. Ah, Tuhan tak di pihakku; kataku satu hari.
Saya bermimpi, anak saya besar dan menjadi sarjana. Setinggi tingginya. Saya yang akan mendampingi tiap wisudanya.
--Dalam hal ini, saya bersalah pada ibu saya. Dulu saya tak ingin wisuda, karna buang2 waktu dan tenaga. Ibu saya memaksa saya melihat saya memakai toga. Oke, saya tunaikan janji saya. Saya bertoga, diwisuda. Ibu saya melihat semuanya. Selesai itu, saya lempar berkas2 wisuda dan surat kelulusan dan saya berkata, itu yg mama mau. Saya menyesal. Saya tau kemudian hari, ia kecewa dan sedih. Saya kicep. Saya menyesal. Air mata tak akan bisa mewakili maaf dan penyesalan saya. Saya minta maaf. Sungguh. Ngapunten dalem. --
Setelah wisuda, ingin saya menyaksikan hari indahnya. Dimintai restu utk memberkati pernikahannya.
Ah jauh sudah imajinasi ini melayang terbang tak karuan.
Di lain hal, saya hanya ingin punya anak. Secepatnya.
Dan Tuhan tak berikan saat ini. Entah.
Mungkin Tuhan sengaja tak memberikannya saat ini agar saya dan suami benar benar dewasa dalam berumah tangga dulu.
Ya kali.
Mereka yang masih SMA, nyolong2 pacaran, free sex, malah dibuat cepat hamil. Sedang saya, sudah sah di mata hukum dan agama, tapi masih menunggu.
Banyak yang berantonim. Berlawanan.
Saat kita sangat ingin, ditangguhkan keinginan kita dikabulkan Tuhan. Saat kita tak ingin, malah kita diberi.
Mulai sekarang, keinginan saya punya anak saya kurangi pelan pelan, sedikit sedikit. Bukan untuk nglimpe Tuhan. Tapi untuk saya, yang tersiksa atas keinginan yg membabi buta.
-Tuhan tak bisa dilimpe-
Tuhan, kami percaya. Saat itu akan datang. Kami percaya. Kami tetap menunggu, tak segila dahulu. Jika datang cepat, syukur. Jika tak, tetap syukur. Tak ada jalanMu yg salah. Kami percaya.
*RI*