Minggu, 28 Juni 2015

Setialah Lebih Lagi

Cinta itu setia. Seharusnya.
Setia tak hanya dalam analogi cukup satu pasangan seumur hidup. Namun juga setia dalam perkara susah dan senang, suka dan luka, untung dan malang. Cinta itu setia. Setia dalam setiap peristiwa.

Setia itu susah. Banyak cerita membuktikannya.

Berjalan 6 bulan pernikahan. Dia luar biasa. Sangat setia. 

Mmm sudah berapa kali aku memujinya di blog ini? ah tak apa, dalam nyata tak akan juga aku memujinya secara terang terangan. Peace ya mas..

Menjadi murid Yesus yg setia jg susah.

Jangan ambil Yudas yg memang memilih utk sesat. Lihatlah Simon Petrus. Yang digadang gadang Tuhan Yesus sbg pemegang kunci estafet kekristenan. Yang dikatakan sang batu karang. Prikitik. Menyangkal guruNya sampai tiga kali sebelum ayam jantan berkokok.

Kamu ingin setia? Bercerminlah pada kisah ini.

Andai saat itu Tuhan Yesus disubya subya, murid muridNya tak akan meninggalkanNya sendiri. Apek, saat saat itu Tuhan Yesus akan  disalib. KepadaNya difitnahkan semua yang jahat. Mereka takut, setelah menganiaya sang guru, kawanan mereka juga ikut dibantai. Ketakutan akan penderitaan membuat diri melemah. Mudah berikrar setia saat kondisi memang memudahkan untuk setia.

Saat sehat, saat kaya, saat lapang, saat saat enak yg memang tak butuh effort untuk setia.

Eh, banyak tuh keluarga kaya raya, selebritis terkenal yg rumahtangganya berantakan gara gara perselingkuhan. Padahal kan udah enak hidupnya. Kaya. Makmur. Sentausa. Kok masih sulit setia? Lain lagi ceritanya kalau gitu. Saat yg mudah kok masih nggak setia? Mungkin itu memang sifat dasarnya saja yang nggragas. Apa apa hajar bleh. Tak tertutup kemungkinan saat susahpun ia akan susah juga untuk setia. Kesetiaan adalah mitos bagi mereka yang doyan selingkuh. Apapun alasan pembenarannya. Cheater stay cheater. Seperti Yudas Iskariot yg memilih untuk sesat.

Kamu ingat falsafah orang Jawa: nek watuk iso ditambani, nek watak digawa tekan mati. Batuk bisa diobati. Watak dibawa sampai mati.

Kesetiaan butuh perjuangan. Yang namanya perjuangan nggak ada yang enak. Penuh dengan pengorbanan. Manisnya tak bisa langsung dicicipi.

Menjadi murid Yesus banyak tantangan. Apalagi di dunia yg semakin hingar bingar ini. Tuhan Yesus menantang kita, masihkah kita mampu berada di garis lurus jalanNya.

Kalaupun melenceng, jangan takut, Tuhan tak tinggal diam. Tuhan menjaga. Bagai dombaNya yang hilang satu, Dia akan mencari domba yang hilang itu sampai ketemu.

Terus apa balasan kita untukNya yang jauh lebih dulu tlah setia?

Satu saja. Setialah lebih lagi.

*RI*

Minggu, 21 Juni 2015

Hello Dangdut



Pencapaian luar biasa dalam bermusik. Runner up Bintang Pantura 2015 yang diadakan oleh Indosiar. Beberapa bulan setelah saya gagal di Bootcamp 2 X Factor Indonesia. Setahun setelah meraih runner up Comedy Academy Indonesia. Dan 2 tahun setelah gagal di 16 besar The Voice Indonesia. Saya tak menyangka. Tuhan memang luar biasa. 


Saya masih ingat benar bagaimana rasanya menelan kegagalan itu. Tak hanya pahit. Sakit. Rasanya tak ingin lagi lagi merasa jatuh di lubang yang sama. Berapa sering saya gagal? Yang terekam di tivi baru sebagian kecil saja. Tak ada setengahnya. 
Saat saya berpikir untuk berhenti, saya dipaksa kembali bangkit. Iya ya, saya kan berjuang bukan untuk diri saya sendiri. Ada band kecil saya, NARVASTU, band yang menemani saya selama merantau di Jakarta. Ada JAWARA, komunitas komedi kecil kami, ada keluarga saya di Jogja, dan ada mereka adik adik di PA Pondok Si Boncel. Jika saya sukses, ada banyak berkat yg bisa tersalurkan. Pasti.
Saya tak boleh menyerah. Biar orang mau berkata sepedih apa, perjuangan harus tetap berlanjut. Gagal bukan akhir. 
Berjuanglah terus nduk sampai kegagalan lelah mengikutimu, demikian kata suami saya sambil puk puk keputusasaan saya tiap sy mengalami kegagalan. 
Iya. Saya tak berjuang demi saya sendiri. Bangkit. Hajar. Bisa kok.


12 tahun bermusik, pencapaian terbesar ada di genre yang tak pernah menjadi fokus saya. Sama sekali. Dangdut. Di saat banyak orang mengunderestimatekan saya --termasuk diri saya sendiri-- ternyata konsep dangdut cross culture yang saya tawarkan berhasil menarik perhatian dan  (semoga) mampu memberi warna baru di musik dangdut tanah air. Semoga ada peluang untuk saya di genre ini. Semoga dunia dangdut lebih bersahabat bagi karier bermusik saya.



Tuhan..
Terimakasih.
Ada namaMu Tuhan yang kupermuliakan di tiap tiap usaha dan perjuangan.

*RI*