Hidupku sedang diputar kembali oleh Tuhan. Bila diputar naik, mungkin akan menyenangkan. Tuhan kebetulan memutar turun hidupku. Kemarin duit serasa sangat gampang dicari. Kemarin, masih kemarin rasa rasanya setiap hari dipenuhi dengan bangun pagi untuk bekerja sampai malam hari. Hari ini, entahlah semua terlihat menjauh. Bahkan cita cita dan impian yang sepertinya tampak jelas di depan mata, terlihat begitu entahlah. Saat ini hanya berpikiran bagaimana membayar cicilan.
Dalam hati saya tertawa, saya tertawa karena saya merasa hidup itu indah. Teramat indah. Begitu indah sehingga kita tak sanggup membedakan mana yang bahagia dan mana yang derita.
Mungkin saya telah mati rasa. Saya tak bisa menangis saat hidup terasa begitu pahit. Saya tak juga benar benar bisa berbahagia ketika sesuatu yang menggembirakan terjadi. Dulu saya mudah menangis untuk yang tak pernah saya harapkan untuk terjadi. Saat ini, kepahitan tak pernah benar benar merajai hidup saya. Kehilangan pekerjaan terbukti tak pernah menyurutkan semangat saya. Entahlah. saya sendiri juga tidak tahu.
Jika ini terjadi beberapa tahun lalu, saya dapat menjamin hidup saya akan hancur. Meratapi di setiap malam. Mengkoreksi diri dengan makian dan kalimat kalimat rutukan. kemudian akan diakhiri dengan menangis.
Itu saya. Beberapa tahun yang lalu setidaknya.
Rontoknya sebuah rambut dari kepala sayapun sanggup untuk membuat saya sedih yang berlarut larut.
Saat ini saya sudah berbeda. Kehilangan pekerjaan adalah bukti kasih Tuhan. Tuhan menginginkan saya untuk berkembang. Dengan pekerjaan yang itu itu saja, mungkin saya akan stuck dalam keadaan nyaman yang saya buat sendiri, dan membiasakan diri untuk dimanja. Tuhan tidak mau membiarkan itu terjadi. Tuhan menginginkan adanya perubahan.
Tanpa ada angin dan ada hujan, saya diberhentikan dari pekerjaan saya. Saya toh sudah bisa merasakannya, namun saya berpositive thinking untuk tidak berpikiran saya akan dirumahkan.
Satu minggu kini dari pemberhentian itu. Saya menemui diri saya dalam keadaaan sangat stabil. Semangat saya bertambah, bahkan pada saat saya sedang datang bulan. Rasa sensitif dan PMS jelas mengganggu. Tapi aneh, saya tak terbebani. Itu sudah luar biasa sekali.
Saya merasa bahagia, walau entah saya menambah dana untuk biaya pernikahan Februari depan dari mana. Entah saya dan pacar apakah benar bisa membuka usaha sewa sound system yang merupakan impian kami dari awal dulu. Entahlah, semua terasa begitu entahlah.
Tapi saya tetap bertahan. Paling tidak saya mencoba untuk tetap bertahan.
Pacar saya mengajarkan untuk diam dan bertahan dalam keadaan yang paling tak memungkinkan sekalipun. Kami berdua bertahan. Impian di depan mata untuk menikah dan membuka sound system tak goyah.
Kami berdua percaya keajaiban. Kami berduapun ditemukan oleh keajaiban. Kami bisa bertahanpun, dipertahankan oleh keajaiban.
Kami percaya Tuhan tak tinggal diam.
Satu pintu tertutup, sejuta pintu lainnya akan dibukakan untuk kami berdua. Tidak ada yang mustahil, kataNya. Iman kami untuk saat ini -dan semoga tak akan mengendor sampai akhir masa- adalah semangat kami.
Yang lebih pahit dari inipun pernah kami lewati bersama, dan jika sekarang kami dipaksa untuk rontok, oh sungguh tidak akan.
Saya mengalami kasih Tuhan. Bukan saya mencoba mengingat Tuhan pada saat kemalangan saya, namun sungguh benarlah Tuhan melimpahkan kasihNya teristimewa pada saya agar hidup tetap berjalan seperti kehendakNya.
Seperti ketika potlot harus terpaksa berhenti dari tugasnya untuk menulis, karena menjadi tumpul. Potlot harus diraut lagi. Potlot harus ditajamkan lagi, dan kemudian potlot akan mencoba untuk menulis lagi.
Akulah si potlot yang sedang tumpul. Aku sedang diistirahatkan Tuhan karena Dia perlu untuk merautku, menajamkanku sehingga aku bisa menulis kembali.
Tuhan, untuk apapun yang terjadi, terimakasih ya..
*RI*