Senin, 17 November 2014

Kemudian Entah Mengapa

Kemudian entah mengapa, Blog ini lebih tepat jika dikatakan sebagai rekam jejak penulis daripada renungan harian.
Paling tidak saya harus memenangkan diri saya sendiri. Memenangkan komitmen.
Bukankah hidup adalah tentang berkomitmen?
Saya hanya tau, saya harus memaksa diri saya untuk terus menulis dan menulis. Mempersembahkan apa yang saya punya demi kemuliaan Tuhan.

Maaf jika terdengar basi karena melulu tentang cerita diri sendiri.

Tapi toh sungguh ini bkn utk saya. Sekali lagi saya mempersembahkan blog ini untuk Tuhan. Jika memang ada yang miss content, saya pastikan tetap bertujuan untuk memuliakan Tuhan. Memuliakan namaNya dengan empirik. Teori terapan. Yaitu yang relevan dilakukan dlm praktek hidup sehari hari.
Menjaga kebersihan, menjaga sopan santun, secara tidak langsung juga adalah cara memuliakan Tuhan dalam hidup kita sehari-har. Sekian pembenaran dari saya.


Ah, silahkan jika ini dianggap pembenaran. Namun sungguh, saya akan terus menulis. Entah ada yang baca atau tidak. *RI*

Maka, Berbuat Baiklah

"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan."
(Matius 5:7)


Sebagai yang mengimani Yesus, kita tentulah harus juga memiliki sifat sifat yang dimiliki oleh Yesus. Salah satu sifatNya yang paling membuat saya tersentuh adalah murah hati.
Tuhan Yesus selalu mengajarkan untuk bersikap murah hati. SikapNya yang mengasihi kita tanpa syarat. KasihNya tanpa pamrih. Ia mencintai orang tanpa melihat latar belakang orang itu. 

Wanita sundal, pemungut cukai, orang Samaria, dan banyak lagi. Yang membutuhkan pertolongan, ditolong langsung tanpa bertanya nama dan background. Bukankah ini luar biasa. Contoh konkret untuk kita yang berada di negri yang pluralis. Negara dengan keberagaman.

Dalam perjalanan hidup saya, murah hati adalah kunci.

Manusia adalah mahkluk sosial. Mahkluk yang akan selalu membutuhkan manusia lainnya untuk hidup. Bergantung namun bukan ketergantungan.

What goes around comes around. Bahwa perbuatan baik itu berputar.

Apa yang terjadi pada kita adalah hasil dari perbuatan kita di masa lampau. Semua berputar. Seperti roda. Mengulang dan akan terus berulang.


Maaf menyela dengan sedikit pendapat yang antitesa. Tidak tepat jika kemudian kita bermurah hati untuk kemudian berharap ada yang berbalik bermurah hati di suatu hari.
Ini menjadi pamrih kembali.

Berbuat baiklah tanpa terlebih dahulu mengenal upah. Berbuat baiklah untuk membalas kebaikan Tuhan dalam hidupmu. Berbuat baiklah seperti orang yang tak mengenal lelah. Berbuat kasihlah tanpa memilah milah.

Berbuat baiklah dan dunia akan berbalik menjadi baik.

*RI*




Jumat, 14 November 2014

Mencoba Menulis Lagi

Hidupku sedang diputar kembali oleh Tuhan. Bila diputar naik, mungkin akan menyenangkan. Tuhan kebetulan memutar turun hidupku. Kemarin duit serasa sangat gampang dicari. Kemarin, masih kemarin rasa rasanya setiap hari dipenuhi dengan bangun pagi untuk bekerja sampai malam hari. Hari ini, entahlah semua terlihat menjauh. Bahkan cita cita dan impian yang sepertinya tampak jelas di depan mata, terlihat begitu entahlah. Saat ini hanya berpikiran bagaimana membayar cicilan.

Dalam hati saya tertawa, saya tertawa karena saya merasa hidup itu indah. Teramat indah. Begitu indah sehingga kita tak sanggup membedakan mana yang bahagia dan mana yang derita.

Mungkin saya telah mati rasa. Saya tak bisa menangis saat hidup terasa begitu pahit. Saya tak juga benar benar bisa berbahagia ketika sesuatu yang menggembirakan terjadi. Dulu saya mudah menangis untuk yang tak pernah saya harapkan untuk terjadi. Saat ini, kepahitan tak pernah benar benar merajai hidup saya. Kehilangan pekerjaan terbukti tak pernah menyurutkan semangat saya. Entahlah. saya sendiri juga tidak tahu. 

Jika ini terjadi beberapa tahun lalu, saya dapat menjamin hidup saya akan hancur. Meratapi di setiap malam. Mengkoreksi diri dengan makian dan kalimat kalimat rutukan. kemudian akan diakhiri dengan menangis. 

Itu saya. Beberapa tahun yang lalu setidaknya.

Rontoknya sebuah rambut dari kepala sayapun sanggup untuk membuat saya sedih yang berlarut larut. 

Saat ini saya sudah berbeda. Kehilangan pekerjaan adalah bukti kasih Tuhan. Tuhan menginginkan saya untuk berkembang. Dengan pekerjaan yang itu itu saja, mungkin saya akan stuck dalam keadaan nyaman yang saya buat sendiri, dan membiasakan diri untuk dimanja. Tuhan tidak mau membiarkan itu terjadi. Tuhan menginginkan adanya perubahan.

Tanpa ada angin dan ada hujan, saya diberhentikan dari pekerjaan saya. Saya toh sudah bisa merasakannya, namun saya berpositive thinking untuk tidak berpikiran saya akan dirumahkan.

Satu minggu kini dari pemberhentian itu. Saya menemui diri saya dalam keadaaan sangat stabil. Semangat saya bertambah, bahkan pada saat saya sedang datang bulan. Rasa sensitif dan PMS jelas mengganggu. Tapi aneh, saya tak terbebani. Itu sudah luar biasa sekali.

Saya merasa bahagia, walau entah saya menambah dana untuk biaya pernikahan  Februari depan dari mana. Entah saya dan pacar apakah benar bisa membuka usaha sewa sound system yang merupakan impian kami dari awal dulu. Entahlah, semua terasa begitu entahlah.

Tapi saya tetap bertahan. Paling tidak saya mencoba untuk tetap bertahan.

Pacar saya mengajarkan untuk diam dan bertahan dalam keadaan yang paling tak memungkinkan sekalipun. Kami berdua bertahan. Impian di depan mata untuk menikah dan membuka sound system tak goyah. 

Kami berdua percaya keajaiban. Kami berduapun ditemukan oleh keajaiban. Kami bisa bertahanpun, dipertahankan oleh keajaiban.

Kami percaya Tuhan tak tinggal diam.

Satu pintu tertutup, sejuta pintu lainnya akan dibukakan untuk kami berdua. Tidak ada yang mustahil, kataNya. Iman kami untuk saat ini -dan semoga tak akan mengendor sampai akhir masa- adalah semangat kami. 

Yang lebih pahit dari inipun pernah kami lewati bersama, dan jika sekarang kami dipaksa untuk rontok, oh sungguh tidak akan. 

Saya mengalami kasih Tuhan. Bukan saya mencoba mengingat Tuhan pada saat kemalangan saya, namun sungguh benarlah Tuhan melimpahkan kasihNya teristimewa pada saya agar hidup tetap berjalan seperti kehendakNya.

Seperti ketika potlot harus terpaksa berhenti dari tugasnya untuk menulis, karena menjadi tumpul. Potlot harus diraut lagi. Potlot harus ditajamkan lagi, dan kemudian potlot akan mencoba untuk menulis lagi.

Akulah si potlot yang sedang tumpul. Aku sedang diistirahatkan Tuhan karena Dia perlu untuk merautku, menajamkanku sehingga aku bisa menulis kembali.

Tuhan, untuk apapun yang terjadi, terimakasih ya.. 

*RI*

























Melangkah Dengan Iman

-Jika kamu memiliki iman, kamu tak akan pernah berjalan sendirian-

Mudah mengatakan kata kata, tapi susah mengaplikasikannya. Hidup di dunia adalah tantangan. Kita ditantang untuk teguh pada prinsip sendiri atau ikut arus mana yg lebih menguntungkan. Jika kemudian jalan yg kita pilih salah, dengan enak kita menyalahkan Tuhan. Menganggap Tuhan sedang mempermainkan hidup kita. Mencobai kita. Padahal belum tentu.

Kita tau bahwa rancangan Tuhan itu indah untuk hidup kita. Bahkan melebihi segala harapan dan mimpi mimpi kita. Namun, entah pada kenyataannya kita selalu saja memaksa bahkan memonopoli kehendak Tuhan.

Kalau terkabul, luar biasa kita kemudian bahagia, namun jika tak terjadi dalam hidup nyata, hidup kita malahan menjadi hampa. Menganggap Tuhan tak sayang. Menganggap Tuhan tak adil. Tak fair. Padahal permasalahan yg sebenarnya ada pada diri kita yang belum siap untuk menerima.

Saya tegaskan. Hidup adalah tentang kesiapan. Siap atau tidak tergantung iman.

Kok bisa?

Iman adalah pedoman. Iman ikut menentukan  langkah kita. Iman membimbing kita. Dengan iman kita memiliki keyakinan. Iman mendewasakan. Iman ada untuk senantiasa menemani kita.

Mereka yang putus asa adalah mereka dengan iman yang kurang.

Saya masih sering putus asa. Dengan dewasa saya harus mengakui, mungkin saya harus menggali iman saya lbh dalam.

Iya. Pengakuan adalah fase awal kita disebut beriman. Akuilah diri kita seperti apa. Terima karakter pribadi.

Saya bisa. Kamu bisa. Kita semua bisa. Percaya, Tuhan membuat kita semua beriman. Aplikasikan. Dan lihat, betapa dunia berubah lebih manis walau jalanan terjal menanjak dan berbatu. *RI*

Jumat, 07 November 2014

Apa Adanya Kita

Keinginan kadang menyesatkan. Keinginan kebanyakan diadakan untuk memewahkan diri sendiri. Keinginan dunia begitu diprimerkan padahal dunia hanya sementara. Manusia hanya sesaat. Tak lebih lama dari surya yg tenggelam di ufuk barat yang mengganti sore menjadi malam yang kelam.

Saya ingin ini. Saya ingin itu. Saya ingin anu. Saya ingin bla bla bla.

Siapa kita sehingga dengan enteng mendikte Tuhan? Siapa kita sehingga Tuhan harus selalu mendengarkan dan mematuhi doa dan keinginan kita? 

Jika keinginan kita terkabul kita bersyukur karena doa kita didengarkan Tuhan. 

Jika keinginan kita tidak dikabulkan, kita harus lebih bersyukur, karena yang terjadi adalah kehendak Tuhan.

Keinginan hanya memanjakan keinginan daging. Keinginan hanya membuat kemanusiawian kita menjadi lebih tamak. 

Tuhan berkenan pada hidup yang apa adanya. Untuk apa memegahkan diri namun tidak dipandang ada oleh Tuhan?


*RI*


Dia Tau Saat Yang Tepat

Tuhan, ijinkan aku untuk selamat di dunia yang jahat.

Aku berharap aku terus mengingatMu tanpa harus ditegur terlebih dahulu.

Aku berdoa agar Tuhan menopang ketika tak ada satupun tangan yang bisa kupegang.

Aku tau Tuhan membuka setiap jalan. Jalan yang membahayakanku, ditutupnya rapat rapat.

Tuhan tau karena Ia menyelidikiku terlebih dahulu.

Tuhan memberi berkat. Agar kita tetap selamat.

Tuhan mempersiapkan segalanya dengan teramat sempurna.

Jika kali ini pahit dan menyakitkan, ingat Dialah yg paling tau saat tepat .

*RI*

Jika Tuhan Belum Mengizinkan

Tak selamanya kamu diijinkan utk menang. Demikian sebaliknya. Tak melulu kamu akan kalah. Semua diberi waktu yang sama. Semua setara dlm hal kesempatan.


Jika belum bisa naik ke atas, bukan tanpa sebab Tuhan membiarkan itu terjadi. Mungkin saja angin di atas masih terlampau kencang sehingga Tuhan belum mengijinkanmu serta merta berada di sana.

Bersyukurlah krn Tuhan membiarkan itu terjadi. Tuhan tak menginginkanmu utk berada di atas sebentaran dan kemudian jatuh tergeletak dan tak bangkit lagi.

Tuhan toh lebih mengenal siapa diri kita dan bagaimana sejatinya kita.

Dia menginginkan kita utk berada di atas dg selamat.

Jika Tuhan belum mengijinkan itu terjadi, bersabarlah. Tuhan mengerti kapan saat yang tepat agar kita tetap selamat. *RI*