Rabu, 29 Oktober 2014

Merepotkan Diri Sendiri - sebuah catatan -


Catatan Pra Nikah 4 bln sebelum..


Tentang seserahan itu selalu mengasyikkan. Bahwa belanja dilegalkan. Memilih dan memilah barang utk ditempatkan dalam kotakan kotakan.

Kami berdua menentukan sendiri jumlah dan isi. Tentu isinya tidak semau kami sendiri. Tetap berdasar pakemnya.

Untukku mungkin akan ada 7 kotak. Untuknya 3 kotak. Bukannya tidak adil, namun memang demikian adatnya.

Kotakan berjumlah ganjil. Kotakan untuk calon pengantin pria tdk boleh lebih banyak dari calon pengantin wanita.

 7 kotakan pertama. Tujuh bahasa Jawanya 'pitu'. Bermakna 'pitulungan'. Atau pertolongan. Cukup representatif, bukan? Agar pertolongan bagi kami tak ada habisnya.

Isinya akan seperti berikut:

Kotak pertama. Perlengkapan ibadah. Di dalamnya Alkitab, patung salib, dan rosario.
Alkitab sebagai pedoman hidup murid Kristus.
Patung salib karena saya harus siap dan bersedia memanggul salib Kristus dlm kehidupan rumah tangga.
Rosario karena 4 tahun sudah usia devosi saya kepada Rosario Suci

2. Kotak Perhiasan
Seperti pada umumnya dengan pendekatan budget yang tidak macam macam.

3. Perlengkapan mandi, make up, pakaian dalam
Tak perlu diuraikan karena merupakan sesuatu yg biasa.

4. Perlengkapan pesta.
Meramu perlengkapan untuk hari H. Kebaya, sepatu. Tambah clutch sekedar utk pemanis.

5. Entah akan ada apa lagi di 3 kotak selanjutnya. Belum ada gambaran. Jika tidak menemukan jawaban, kotakan untukku terhenti di angka 5. Untuk filosofinya biar nanti saya yang mereka reka. Bukankah dunia itu dinamis?

Ah, saya terlalu bersemangat. Tapi bagaimana saya tidak bersemangat, ini adalah kali pertama dan akan menjadi peristiwa yang satu satunya.

Menghadapi hari hari ini berdua saja. Mengurus perlengkapan demi kelancaran acara. Repot tapi menyenangkan.

Iya, saya bahagia. *RI*

Menikmati PanggilanNya

 "Berbicaralah Tuhan sebab hambaMu ini mendengar." (Sam 3:9)


Tuhan rindu pada saya. Teramat rindu. Saya juga rindu. Kenyataannya jadwal yang padat membuat saya lupa bahwa saya harus meluangkan barang 5 menit saja sekedar untuk saat teduh.

-Tuhan toh tak pernah lupa kepada saya-

Dalam berdoa, bukan hanya kita yang ingin berbicara. Bayangkan, saat ada teman yg curhat ke kita. Ngomong terus. Meminta pendapat tapi tidak memberi jeda kepada kita agar bisa berbicara. Kalaupun kita tidak dimintai nasehat, kita juga rasa rasanya gatal untuk berbicara. Yah walau sekedar utk menenangkannya.

Teringat akan filsafat lama. Mengapa Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut. Orang bijak mengatakan bahwa kita haruslah lbh banyak mendengar daripada berkata kata.

Saya sangat sependapat.

Tuhan memberi kita rambu rambu. Telinga kita diciptakan sepasang. Kalau kita kritis, kenapa bibir kita juga tidak diciptakan sepasang?

-Ah jangan juga lupa bahwa Tuhan adalah seniman. Tentu Dia tau estetika-

Tuhan menyambut tiap apa yang terucap. Tuhan bahagia kita rajin berdoa. Tuhan senang kalau kita berkeluh kesah kepadaNya.

Sama seperti kita. Tuhanpun ingin diingat.

Sama seperti kita juga, Tuhan gatal ingin berbicara. Tuhan ingin ngomong sesuatu. Tuhan ingin bercerita banyak hal karena terlampau rindunya.

Apakah aku yang terlewat kurang ajar sehingga menyamakan diri dg Tuhan? Tapi bukankah memang kita diciptakan secitra denganNya. Kita terlahir dengan tuntutan agar kita bisa hidup jauh dari dosa. Jadi ketika waktu kita di dunia telah selesai, kita bisa bersatu kembali denganNya. Memandang wajahNya tanpa beban dosa.

Tuhan berharap kelak kita semua berkumpul di Surga. Bersama malaikat Serafim dan Kerubim mengumandangkan lagu lagu pujian yang tak ada hentinya.

Tuhan membimbing kita.

Manusialah yang kerap mengunci diri, tidak mau mendengar Dia. Manusia lebih besar egonya. Manusia lebih mengutamakan dunia. Wajar. Namanya saja manusia.

Pertanyaannya, sudah sepede itukah kita untuk 'nggugu karepe dewe'? Sampai kapan kita apathis terhadap Tuhan? Sudah hebatkah diri kita?

Ah Tuhan. Seandainya dunia tak membesarkanku sebebal ini..

*RI*

Sabtu, 25 Oktober 2014

catatan kaki

Menikah bukan semata untuk melegalkan persetubuhan. Atau sekedar untuk regenerasi.

Lebih dari itu semua.

Menikah adalah memanggul salib yg sama. Kau salibku. Dan aku salibmu. Bertahan sekuat mungkin untuk berada di bawah salib yg sama.

Menikah bukan hal yang mudah.

Menikah adalah tentang menerima dan mengabdi. Bukan melulu tentang mimpi.

Jika kau tanya berat, banyak akan menjawab berat. Berat toh relatif. Berat bagimu belum tentu berat bagiku. Demikian sebaliknya.

Sanggupkah dan sungguh sudah siapkah utk menikah? *RI*

kami tetap tinggal sebagai kami


(Catatan kaki pra nikah 4 bln sebelum)

Harapan semua calon pengantin sama. Hari H berlangsung dengan lancar.

Demikian kami.

Bukan sebuah pesta yang hingar bingar. Kami merancang sebuah perayaan yang sederhana dan sakral. Iya. Sakral. Kami bosan dg pesta pernikahan yg mewah di gedung mahal lengkap dengan dekorasi yang elegan. Selain bosan, yg pasti tidak ada budget utk itu. Tapi bilapun ada, kami tetap memilih sebuah perayaan kecil, sederhana dan sakral. Itu lebih berarti. Bagi kami berdua setidaknya. Keluarga? Entah. Semoga mereka tak berkeberatan. Kami berdua toh sudah cukup dewasa utk mengorganisir masa depan kami. Semoga sepaham. 

Tidak ada musik live dari pemain organ tunggal atau band akustik. Padahal utk kami sendiri yang hidup dari bermusik dari wedding ke wedding rasanya seperti janggal. Pesta pernikahan yang tanpa musik live. Aneh tapi sungguh, kelak perayaan kami berdua hanya diisi oleh doa dan restu dari mereka yang kami undang. Cukup doa agar rumah tangga kami kekal dan berbahagia.

Cukup.

Kami ingin menikah. Kami ingin hubungan ini diberkati Tuhan Yesus. Poin.

Kami tidak mau terlalu banyak menghabiskan uang tabungan krn kami ingin melanjutkan hidup. Berdua. Membuka usaha. Dari bawah bersama.

Kami tidak butuh menjadi raja dan ratu sehari dg perayaan yang gila gilaan. Pemberkatan di gereja kemudian syukuran kecil dg makan bersama. Sudah lebih dari cukup. 

Visi misi kami jelas. Membawa hubungan ini ke depan altar Tuhan. Memintakan berkat. Berdua sampai akhir hayat. Tak perlu lain lain lagi. 

Terhitung 4 bulan lagi dari bulan ini. Kami segera akan menapaki mimpi mimpi. Mimpi yang sengaja kami bangun berdua. Dari bawah menemaninya. Jika kelak roda berputar ke atas, semoga kami tetap tinggal sebagai kami.

 Iya, memangnya apalagi. *RI*


Minggu, 12 Oktober 2014

Tafsir Mimpi

Mimpi adl bunga tidur.

Saya ingat sekali bahwa sejak kecil saya selalu mengartikan dan menandai mimpi mana saja yang terjadi.

Mimpi adalah pertanda. Bagi yang percaya, tentunya.

Saya dulu utak atik buku Primbon tentang mimpi. Kuurutkan satu persatu. Kuteliti lagi. Kuaplikasikan dg diri sendiri. Iya, sebegitu selownya saya hingga punya banyak waktu menelaah mimpi sendiri.

(((Menelaah)))

Tafsir mimpi di buku primbon itu tak mutlak benar semua mengalami. Namun, sebagian besar mengalaminya. Noted ya.

Benar, bahwa mimpi adalah pertanda bagi yg percaya. Saya salah satu yg percaya bahwa mimpi adl sebuah pertanda. Contoh konkret begini:

Mimpi eek. Artinya mau dapat rejeki. Sejarah hidup saya mencatat, SMA kelas 3 sebelum UAN sy mimpi eek. Rejeki mungkin tak selalu berupa uang. Bagi seorang pelajar, juara 1 paralel nem tertinggi sesekolah adl juga rejeki yg super spekta. (Jumawa)

Yah, lagi lagi kembali lagi ke kita. Sekedar bunga tidur atau pertanda.
Tanpa pernah lupa, Tuhan pasti sudah berencana semuanya sedetail detailnya atas hidup kita.

Jadi, apapun mimpimu, minumnya tetap teh botol sosro.

*RI*