jika uap teh tawar kekasihku kala senja sempat bertanya apakah ini? kujawab, ini halaman tuturan tentang besar kasih Tuhan pada seorang perempuan. Rahayu Rahayu Rahayu.
Senin, 25 Agustus 2014
THROWBACK
Melangkah Dengan Iman
Mudah mengatakan kata kata, tapi susah mengaplikasikannya. Hidup di dunia adalah tantangan. Kita ditantang untuk teguh pada prinsip sendiri atau ikut arus mana yg lebih menguntungkan. Jika kemudian jalan yg kita pilih salah, dengan enak kita menyalahkan Tuhan. Menganggap Tuhan sedang mempermainkan hidup kita. Mencobai kita. Padahal belum tentu.
Kita tau bahwa rancangan Tuhan itu indah untuk hidup kita. Bahkan melebihi segala harapan dan mimpi mimpi kita. Namun, entah pada kenyataannya kita selalu saja memaksa bahkan memonopoli kehendak Tuhan.
Kalau terkabul, luar biasa kita kemudian bahagia, namun jika tak terjadi dalam hidup nyata, hidup kita malahan menjadi hampa. Menganggap Tuhan tak sayang. Menganggap Tuhan tak adil. Tak fair. Padahal permasalahan yg sebenarnya ada pada diri kita yang belum siap untuk menerima.
Saya tegaskan. Hidup adalah tentang kesiapan. Siap atau tidak tergantung iman.
Kok bisa?
Iman adalah pedoman. Iman ikut menentukan langkah kita. Iman membimbing kita. Dengan iman kita memiliki keyakinan. Iman mendewasakan. Iman ada untuk senantiasa menemani kita.
Mereka yang putus asa adalah mereka dengan iman yang kurang.
Saya masih sering putus asa. Dengan dewasa saya harus mengakui, mungkin saya harus menggali iman saya lbh dalam.
Iya. Pengakuan adalah fase awal kita disebut beriman. Akuilah diri kita seperti apa. Terima karakter pribadi.
Saya bisa. Kamu bisa. Kita semua bisa. Percaya, Tuhan membuat kita semua beriman. Aplikasikan. Dan lihat, betapa dunia berubah lebih manis walau jalanan terjal menanjak dan berbatu. *RI*
Senin, 11 Agustus 2014
Biang Teler
Sebuah kisah dari negeri antah berantah...
Cerita ini lucu sekali. Dengan muatan moral yang saya pikir cukup menarik untuk di share sama teman teman semua.
Mari membaca :))
***
Tinggal seorang anak kecil dengan ibundanya di sebuah desa. Nama anak kecil itu Biang Teler -entah kenapa dinamakan Biang Teler-.
Mereka berdua hidup sangat miskin. Makanpun mereka kesulitan. Pekerjaan sang ibu tak cukup mengatasi kesusahan hidup mereka berdua. Makan sehari sekali sudah prestasi. Saking peliknya kondisi finansial mereka, sang ibu dan Biang Teler hanya bisa pasrah pada kehendak yang Kuasa tanpa berani mengeluh. Doa dan kerja terus saja diupayakan agar perekonomian membaik. Mereka terus percaya tangan Tuhan akan membaikkan kehidupan. Mereka percaya Tuhan sedang menyuruhNya menunggu.
Satu ketika sang ibu mendengar saudara jauhnya sedang mengadakan hajatan. Sang ibu berpikir bahwa mngkn ini rejekinya dan anaknya. Bisa makan enak. Dan karuan waktu nanti pulang bisa membungkus makanan sisa. Lumayan kan bisa untuk makan 2, 3 bahkan 4 hari.
Walau jauh, sang ibu dan Biang Teler semangat pergi ke rumah saudara. Berjalan jauh. Perlu waktu seharian penuh mencapai desa saudaranya.
Saudara jauh sang ibu ini adalah orang kaya. Keluarga terpandang di desanya. Rumahnya megrong megrong. Pesta diadakan 7 hari 7 malam. Tak ada alasan khusus. Hanya ingin menghabiskan uang saja. Beda jauh dengan sang ibu dan Biang Teler. Makan saja susah.
Ah dunia.
Saat sang ibu dan biang teler sampai ke rumah saudara jauh, kondisi mereka sudah kepayahan. Perut keroncongan. Kaki bergetar. Badan melemah belum ada asupan.
Mereka mempercepat langkah menemui sang saudara jauh.
Seperti sudah bisa ditebak, sang saudara jauh menolak kedatangan sang ibu dan Biang Teler. Diusirlah mereka. Saudara jauh malu. Lebih penting gengsi dan prestis dibandingkan saudara miskin.
Sakit hati sang ibu. Biang Teler menangis kelaparan. Mereka berdua berjalan pulang. Gagal mendapat makanan. Gagal bersua dg kerabat. Gagal.
Hujan disertai angin melanda. Sang ibu dan Biang Teler berteduh di sebuah pondok tak berpenghuni. Kotor. Namun bisa untuk berteduh. Biang Teler pucat pasi. Lemah. Kelaparan. Kelelahan. Sang Ibu berkata padanya, "Anakku tidurlah dulu. Akan kurebus batu itu. Jika tanak, kita akan makan bersama. Percayalah Tuhan membela kita."
Biang Teler percaya. Sang ibu mengambil sebuah batu. Ia membuat api dengan cara tempo dulu. Dan menyalalah api. Ia merebus batu dengan kuali yg ada di dekat situ. Ditunggui batu itu sampai empuk kemudian akan mereka makan. Lama sekali. Sampai mereka mengantuk. Merekapun tertidur berharap nanti kalau bangun batu tersebut menjadi empuk dan bisa dimakan.
Tak lama kemudian, air rebusan batu itu mendidih. Bukannya empuk, batu itu kemudian meledak.
Anehnya ledakan batu itu membuat pondok itu menjadi sebuah istana. Dilengkapi dengan harta kekayaan yang luar biasa. Dayang dayang dan punggawa yang tak terbayang banyaknya. Istana Biang Teler, kemudian mereka menjulukinya.
Kabar itu sampai juga pada saudara jauh. Ia mendatanginya untuk membuktikan kebenaran itu. Maka berangkatlah dan ditemui istana itu. Terkejut dan irilah dia.
Penasaran, saudara jauh bertanya. Sang ibu menjelaskan bahwa setelah dia diusir dia kembali pulang ke rumah dengan kelelahan dan kelaparan yg teramat sangat. Saat hujan, mereka tak sengajamenemukan sebuah pondok untuk berteduh. Saat lapar anaknya tak tertahan lagi, ia merebus batu kemudian tertidur. Kemudian batu tersebut meledak. Dan jadilah istana dg dayang dayang.
Saudara jauh paham. Kemudiam ia mencoba merekonstruksikan apa yg dialami sang ibu dan Biang Teler malam itu. Ia minta diusir dg tdk diberi makan. Sang ibu keberatan namun karena dipaksa akhirny ia mengusir saudara jauh demi permintaannya.
Saudara jauhpun pergi dan kemudian dlm lapar ia mencari cari pondok. Setelah menemukannya, ia mencari batu untuk direbus. Kemudian ditunggu sampai tertidur. Tak lama batu meledak. Dan bukannya menjadi istana megah, pondok itu malahan terbakar. Saudara jauhpun menangis dam kembali ke rumah sang ibu dan Biang Teler sembari minta maaf. *RI*
Jumat, 08 Agustus 2014
Pak Kemarin dan Ibu Besok
***
Pak Kemarin : Lhoh kan kemarin istri saya selalu bilang..
Bu Besok : Besoook...
Tetangga A menjawab. "oh oke. Besok ya."
Tetangga B menjawab. "Baiklah. Besok ya."
Berkata tetangga A, "Kan kemarin saya sudah bilang, besok ya."
"Tapi kan itu berarti sekarang?" Kata pak Kemarin.
"Sekarang itu hari ini. Besok itu setelah hari ini. Besok ya besok" kata tetangga A kaku.
Berjanji untuk menepati omongan dan perjanjian.