Minggu, 27 Juli 2014

Joana, Nama Gadis Kecil Itu..

Hai Joana. Ijinkan saya menulis tentangmu. Tentang senyum manis itu. Tentang hidupmu.

Joana, nama gadis kecil itu. Cantik sekali. Ibumu mengakui kecantikanmu nak. Dia mengasihimu dengan caranya. Jangan membencinya. Jangan mendendam. Dan yang terutama jangan mengkopipaste ibumu dalam dirimu.

Joana, nama gadis kecil itu. Cantik namun tak diinginkan. Mungkin waktu kedatanganmu yang terlalu terburu buru. Tapi nak, bukan salahmu. Juga bukan salah ibumu. Tak ada yang salah. Hidup terlalu indah untuk selalu menjadi kambing hitam atas semua masalah kita.

Joana, nama gadis kecil itu. Senyumnya manis. Menatap sesuatu. Nanar. Ah iya nak, aku lupa. Kau pasti rindu orangtuamu. Rindu sebuah tempat yang dinamakan 'rumah'. Rindumu aku tau. Aku pernah merasakan itu. Joana, Joana, ayah ibumu mengingatmu. Mereka bukan menolakmu. Mereka hanya tak siap nak. Mereka terlalu muda. Bukan salahmu. Bukan salah ayah ibumu. Bukan salah waktu. Waktu terlampau agung untuk kita salahkan.

Joana, nama gadis kecil itu. Alkisah, pernah jatuh dari tingkat dua. Ajaib, kau sehat tak kekurangan apapun. Lihat, betapa Tuhan mengasihimu.

Joana, nama gadis kecil itu. Maaf ya nak, dunia tak begitu ramah. Namun, bersyukurlah. Dunia menjadikan kita luar biasa dengan berbagai macam tantangan.

Joana, Joana. Tuhan mengasihimu. Tuhan memberkati bapak ibumu. Jangan menangis. Tetaplah tersenyum manis seperti itu.

Joana, PA Pondok Si Boncel
*RI*

Kamis, 17 Juli 2014

Maaf MeragukanMU

Kasih Tuhan itu nyata. Hanya kitanya saja yang kadang selalu diperbudak oleh keinginan dan permohonan yang membabi buta.

Hari ini doa saya dijamah Tuhan. Hari ini Tuhan menawarkan kasih lagi lagibm untuk saya dan keluarga saya.

Hati yang beku dicairkan, urat emosi dan dendam yang kencang dilemaskan.

Bodohnya aku sempat meragukan Tuhan.

Dulu berapi api mengatakan Tuhan kabulkan permohonanku. Sekarang sesudah dikabulkan malah malu. Meragukan bahwa Tuhan bisa melakukan semua di luar nalar dan logika. Meragukan bahwa Tuhan bisa berbuat lebih daripada yang kita mohonkan.

Malu ya.

Tuhan, maaf, bahwa aku sempat meragukan. *RI*

Hujan bolehkah aku bertanya sebentar..

Besok aku sudah tak lagi dikatakan muda. Tapi apalah arti sebuah usia jika kita masih berjiwa muda?

Bahwa hidup adalah mampir sebentar untuk minum perlu direvisi. Saya tidak setuju. Saya selalu minum air putih minimal 2 liter sehari. Saya butuh minum. Saya butuh air. Dan saya butuh waktu yang lama untuk minum air. Jadi saya tidak sepakat dengan kata cantik tersebut.

Hidup saya tidak sebentar. Meski belum sampai ke jenjang usia yang ke 60 tapi toh Tuhan masih sudi meniupkan kesempatan untuk bernafas sampai entah kapan. Sekarang ini sudah mengambil ancang-ancang ke usia 30. People says that life begins at thirty. Oke saya harus merevisi lagi. -maaf, tentu revisi ini teruntuk saya pribadi- Saya tidak sepakat. Menurut saya, hidup saya berawal saat saya kembali berjalan menemui dan mencoba mengenal Tuhan. Tiga tahun yang lalu. Saat roda saya sungguh diputar. Hati saya dijamah. Cerita hidup saya dibalikNYA. Perlahan, kadang pahit sesak dan sedikit menyakitkan, tapi lihatlah, sebuah potlotpun harus diraut dan kemudian digoreskan untuk bisa menghasilkan tulisan. Kenapa saya tidak?

Tiga tahun sudah Tuhan mengadakan jalan alternatif untuk saya. Luar biasa karena saya tak pernah merasa mengharuskan Tuhan menjamah segala doa dan permohonan saya.

Mungkin keadaan finansial saya sekarang tak jauh lebih baik dari dulu, tapi ketika saya meretret lagi, sungguh jiwa saya sudah bersemu merah muda. Katakanlah dulu berwarna biru tua semu abu abu. Hanya ada kepahitan. Hanya ada dendam. Kebencian dan luka adalah teman. Sepertinya tidak ada masa depan.

Saat ini sungguh saya sudah tenang. Saya sekarang bisa bersyukur dalam kenangan, jika dulu saya hanya berakhir dengan makian dan umpatan. Saya sekarang mampu mengatakan Tuhan Maha Baik, jika dulu saya hanya berakhir dengan protes betapa tidak adilnya Tuhan, betapa saya tidak pernah ditengokNya. Ah sungguh itu semua sudah berlalu. Berlalu bersama setiap regukan air putih yang mengalir di keringnya organ bagian dalam.

Hidup saya tidak sebentar. Tuhan memberi kelimpahan dalam hidul saya. Tuhan bersinar sinar menampakkan kebaikanNya.

Tidak ada lagi waktu untuk kembali ke masa lalu. Tidak ada waktu untuk menyesal kecewa. Sudah selesai semuanya. Tuhan telah menyeka air mata saya. MenggantiNya dengan segala yang tak pernah terpikirkan.

Hai hujan apa lagi yang harus saya minta kepada Tuhan, ketika kepadaku semua mimpi sedang mendekat berjalan? *RI*

Rabu, 16 Juli 2014

17 Juli Tahun Ini

Sebuah surat terbuka menanggapi ambal warsa bapak. Biar sekali kali dibilang saya ikut trend iklim dunia maya Indonesia. Sedikit sedikit mengirim surat terbuka hanya untuk mengungkapkan ketidaksepahaman seseorang kpd yang lain.

Tapi kali ini saya ingin mengirim surat terbuka untuk bapak saya sendiri. Seseorang yang secara tidak langsung memaksa saya untuk menjadi tegar dan mandiri. 

Pak, tak perlu aku menanyakan kabar. Kabarmu akhir akhir ini sangat mengagumkan. Perkembangan kesehatanmu, semangat dan usahamu untuk mengembalikan arti 'keluarga' kpd kami bertigapun akhirnya berbuah manis.

Ulangtahunmu kali ini indah sekali ya pak.

Sempurna. Setuju kan pak?

Doa saya yang mana lagi yang belum terjawab? Semua sudah ada di depan mata. Semua termasuk kesehatanmu.

2014 ini Tuhan melipatgandakan kasihNya kepada saya, pak.

Bapak ingat, dulu saya selalu iri dan cemburu melihat teman teman saya yang ketika liburan menceritakan pengalamannya diajak berlibur oleh papi mereka masing masing.

Jangankan bercerita, kenangan liburan saya selalu berakhir dengan kibasan tangan menolak pergi kemana mana. Tangan itu dulu seharusnya menggandengku melihat banyak objek wisata di kota kita. Tapi aku tak menyesal sekarang. Tidak ada yang mengharuskanmu mengajakku berlibur. Mungkin jika aku waktu itu serinh kau ajak liburan, aku akan tumbuh dengan hidup mengejar hari libur, aku tak akan seperti sekarang, bekerja terus tanpa libur. Untuk apa liburan sedang pekerjaanku sudah merupakan rekreasi sendiri bagiku.

Bapak ingat, dulu saya sering sakit ketika bapak memukul saya untuk kesalahan yang cuma sebesar upil tumo. Kadang juga saya tidak menemukan kesalahan apa-apa tapi tetap ada pukulan yang mendarat di pipi. Tapi sungguh sekarang saya bersyukur atas perlakuan bapak itu. Jika saya tidak pernah dipukul seperti teman teman wanita saya waktu kecil saya mungkin akan menjadi wanita yang penakut. Wanita yang lemah. Ah perlu waktu bertaun taun untuk tahu bahwa tiap pukulanmu itu bermanfaat lho pak.

Kadang saya kerja pulang  saat malam. Sepi dari lalu lalang kendaraan. Dimana orang kebanyakan sudah tidur, tersisa hanya hiburan malam. Iya itu pak tempat saya bekerja. Saya ngamen di cafe2 dari malam hingga dini hari. Saya berani kok pak jalan pulang di jalanan sepi. Di dalam tas saya selalu sedia gunting atau cutter. Sewaktu waktu ada yang ganggu, saya tak segan untuk menusuk orang. Hebat kan saya pak. Di saat wanita yang lain sedang manja minta diantar jemput ini itu, saya nekad pak. Saya adalah wanita berani. Saya tak takut menerima pukulan karena saya sudah terbiasa mendapat itu darimu. Itu ilmu tak langsung yang aku dapat darimu.

Pak, ini bukan satire. Saya tau bapak takkan sempat untuk mendengarkan saya bersastra karena bukan kuliah jurusan sastra yang bapak idam idamkan. Apalagi sastra Jawa. Mungkin itu seperti jurusan buangan untuk bapak. Entah aku tak tau apa maumu karena tak kau tak beri cukup waktu untukku mengenalmu. Dulu. Sekarang aku berkata lain.

Pelajaran hidup tak hanya datang pada yang bikin senang. Pengalaman kepahitan juga menimbulkan pengajaran yang lebih dalam.

Jika bukan engkau bapakku, aku tak mungkin menjadi sperti saat ini.

Jika dulu engkau sayang dan memperhatikanku, aku mungkin akan tumbuh menjadi wanita manja dan egois.

Jika dulu engkau tak seperti itu, aku tak punya cermin bagaimana harus bersikap menjadi orangtua kelak.

Bapak, selamat ulang tahun. Senang melihatmu sekarang. Jaga kesehatan pak, aku mau bapak melihat saya sukses agar bisa membalas budi bapak.

Yang dilahirkan istrimu sehari sesudahmu,
*RI*

Selasa, 15 Juli 2014

Pukul Enam Pagi

Pukul enam pagi. Tuhan tau DIA tak akan pernah mampu mengantuk. DIA juga pastilah bukan seorang penderita insomnia. DIA memang seperti itu, Tuhan yang tangguh. Apalagi di kehidupanku. Dari waktu aku dijadikan di muka bumi, jika disuruh mencatatkan tentang kebaikanNya, kertas sepanjang tembok Cina juga masih kurang pasti. Bagaimana tidak, semua diberikan untukku. Kalaupun aku mengeluh dan kecewa, Tuhan datang menepuk pundakku. Dengan berkata, "Cah ayu, sabar dikit aja masak ngga bisa". Dan tenanglah aku.

Ya mungkin realitanya tidak seperti itu juga, siapa saya sehingga Tuhan sudi menghampiri saya. Namun saya hanya ingin menunjukkan bahwa apa salahnya mengenal Tuhan sebagai pribadi yang dekat dan bersahabat.

KebaikanNya sungguh luar biasa. Tuhan saya adalah Tuhan yang ajaib dan penuh kuasa. Sedetikpun tak pernah Ia tidak menemani saya. Jadi bisa disimpulkan, saat saya mengalami kepahitan dan merasa ditinggalkan Tuhan, yang sebenarnya terjadi adalah saya yang berlari menjauh. Saya yang meninggalkan. Bukan saya yang ditinggalkan.

Pada pukul enam pagi. Saya meratapi kebodohan saya sendiri.

Iya saya bodoh. Ini tidak tentang mengutuk dan merutuk diri sendiri. Bukan. Ini deposit kekesalan yang selalu saja berulang.

Pukul enam pagi, saat mentari masih ada untuk menghangati bumi, semoga banyak waktu untukku untuk menaikkan madah puji. Tuhan, sungguh untukmu aku masih berkarya.

Maturnuwun nggih..*RI*

Jumat, 11 Juli 2014

Tentang Kekalahan

Orang yang tak pernah mencicipi pahit, tak akan tahu apa itu manis.  (Confusius)
***

Kl memang hidupmu penuh kepahitan,  Sering difitnah dan dicurangi, percayalah Tuhan sedang mempersiapkanmu utk sesuatu yg lbh besar..

Kalau kamu mengalami kekalahan, berbanggalah karena kamu telah diijinkan Tuhan utk mengalami kalah...

Ada beberapa orang yg blm pernah diizinkan Tuhan mengalami kekalahan. Lalu sekalinya dia kalah, dia frustasi smp mati.

Jadi, berbesarhatilah jika kamu kalah. Toh hidup bukan melulu ttg menang atau kalah.

*RI*

Rabu, 09 Juli 2014

Pesta ini 5 Tahun Sekali

9 Juli 2014. Negri ini bermetamorfosa. Ingat jaman dulu, pemerintahan yang sama mampu berkuasa di dalam sebuah negara demokrasi. 

Aneh tapi nyata. Saat para pemuda negri menyatukan suara dan meneriakkan riak reformasi, negri ini berubah lebih dewasa. Walau kemudian perubahan itu hanya sedikit pengaruhnya, namun bukankah kemajuan berawal dari hal yang kecil. 

Bukankah sedikit sedikit lama lama akan menjadi bukit.

Sejak 1998, negri bergejolak. Demokrasi meraung meminta realita dalam praktik kenegaraan yang nyata. Yang selama ini diam dan tenang, kemudian berubah menjadi lebih berani dan beringas. Kekuatan rakyat menjadi nyata. Riil. Bersatu menggulingkan rezim yang telah berlangsung puluhan tahun. Rezim yang menguntungkan beberapa oknum. Rezim yang kemudian dianggap racun dalam tubuh NKRI. Rezim orde baru. Pemerintahan waktu itu terkenal sebagai pemerintahan yang kotor. Berkutat di penyakit korupsi - kolusi dan nepotisme. Itu itu saja namun berbahaya karena sudah mengakar dan membudaya.

Jika kini rakyat menjadi lebih ekspresif, yang demikian adalah wajar. Bagaimana tidak, setelah sekian lamanya mulut dan idealisme tersumpal, akhirnya tiba juga kesempatan untuk bersuara. 

Menyuarakan aspirasi dan kedaulatan.
Rakyat bahkan tak segan untuk menjerit. Rakyat tak ragu untuk menghujat pemimpinnya yang bekerja asal-asalan. Rakyat tak takut-takut untuk nyinyir jika pemerintah terbukti tak becus memimpin negri. Evaluasi terhadap pemerintahan kemudian bersikap terbuka dan tanpa tedheng aling aling lagi.

Jika dulu bersuara sedikit saja, kemudian dipaksa untuk diam bahkan tak sedikit di antaranya yang dihilangkan, maka sekarang, semakin dilarang bersuara, maka ocehan yang akan diterimapun semakin lantang.

Rakyat Indonesia sudah terlampau pintar untuk diakal-akali. Rakyat sudah jengah untuk dibodoh-bodohi. Rakyat bosan selalu dituntut diam dan iya iya saja, sedang para wakil rakyatnya duduk dan bekerja hanya untuk membesarkan lobang setut dan lingkar perut.

Ah ini sudah 2014.

Nanti pagi sampai siang diadakan Pemilu Pilpres. Pemilu kali ini luar biasa heboh. Hanya ada 2 kandidat saja. Nomer satu ada Prabowo dan Hattarajasa. Nomer dua ada Jokowi dan Jusuf Kalla.

Selama masa kampanye, issue yang terburat keluar sangat panas. Suasana politik memanas. Pendukungnyapun ikut memanas. Semua memanas. Entahlah. 

Mungkin inilah euphoria pesta 5 tahunan.

Saking semangatnya membela calonnya masing masing, kalau ada yang mempunyai pendapat yang berseberangan sedikit saja langsung naik pitam. Teman bisa jadi lawan. Sepele. Hanya gara gara terlampau mendewakan idola capresnya.
Jiwa persatuan menjadi terpecah menjadi kubu Prabowo dan kubu Jokowi.
Masing masing timses mendiskreditkan tim yang lain. Yang panas semakin panas. Yang semula anyep pun ikutan panas. Banyak fitnah selama kampanye.

Banyak persengkokolan dan akal akalan. Mungki  itu sudah biasa. Tapi berharap negri ini bisa dibenahi, disembuhkan dari penyakitnya yang kronis agar sehat dan tidak lagi menjadi bangsa yang krisis.


Ah sekali lagi mungkin ini euphoria yang hanya terjadi pada pesta 5 tahun sekali. Jadi berpestalah. Nikmatilah. 


Siapa presiden terpilih masih disimpan oleh semesta. Gunakan hak pilih. Suara kita mahal. Menentukan tampuk estafet kepemimpinan 5 tahun ke depan.


Dalam masa masa seperti ini, terbayang Dia yang memasuki gerbang Yerusalem dengan mengendarai keledai. Dia datang tidak dengan harta dan tahta. Dia datang dengan kasih. Kasih dalam pelayanan.

Bukankah pemimpin itu pelayan?

Mengapa mereka mau berebut kursi utk menjadi seorang pelayan ya? Padahal mereka kebanyakan adalah pengusaha. Berlatar belakang orang kaya. Mengapa sepertinya masih saja kurang puas ya? Aneh. Atau saya saja yang aneh?

Tuhan Yesus pun pernah bersabda seperti yang dicatat di Matius 23: 10-12 bahwa siapa saja yang terbesar harus legawa menjadi pelayan. Karena barangsiapa meninggikan diri dia akan direndahkan, barangsiapa yang merendahkan diri akan ditinggikan di Kerajaan Surga. 

Siapapun presiden terpilih, semoga bhakti untuk melayani ada dan tetap menyala. Bukan untuk menjadi penimbun kekayaan. Cukup mempunyai pemimpin matrealistis. Hanya memperhatikan kepentingan golongan semata.

Tuhan masih sayang sama NKRI. Harus optimis. Generasi optimis adalah jiwa Indonesia yg baru di atas keberagaman. 

Jaya terus bangsaku. Indonesia, negri yang kaya akan cinta. *RI*




Minggu, 06 Juli 2014

Takut Tidak Ke Gereja

Ini bukan halaman tentang bentuk intimidasi Tuhan. Ini contoh kecil dari sedemikian banyak pengalaman tidak enaknya membolos misa.

Entah mengapa setiap saya memutuskan untuk tidak ke Gereja, tak lama setelah hari Minggu selalu saja ada masalah. Apapun bentuknya. Ada saja.

Bawaan hati selalu tidak nyaman. Rasa bersalah yang sedemikian hebat karena hanya sehari dalam satu minggupun mengapa terkadang masih berat dilakoni. Sudah sebegitu keterlaluankah saya sebagai manusia?

Saya tau itu sentilan kecil untuk saya dari Tuhan. Hayo Kiki kemana saja kamu masak datang ke rumahKu, masih tak sempat?

Teraktual adalah minggu lalu. Tidak ke Gereja karena memberati pergu ke mall di Jakarta. Keterlaluan saya memang. Dua pagi sesudahnya, saya mendapat kabar. Eyang putri saya masuk ICCU. Terjatuh dari WC.

Saya tau mungkin kebetulan. Tapi saya juga mempercayai bahwa di dunia ini tidak ada yang kebetulan.

Benar Tuhan tidak suka saya bolos misa. Eyang putri dipakaiNya untuk mengingatkan kebandelan saya.

Saya masih ingat saat saya disibukkan dengan pekerjaan, event dari pagi sampai malam. Senin sampai Minggu. Tidak ada waktu untuk misa. Padahal bisa jika dipaksakan bangun lebih pagi ikut misa jam pertama. Tapi kemalasan lebih kuat.

Tak lama job saya diambil oleh Tuhan. Saya jobless. Duit pas pasan. Pelajaran besar. Saya tak lagi berani tidak ke Gereja hanya karena padatnya pekerjaan.

No excuse.

Alasan apapun itu adalah pembenaran saja.

Tuhan berhak diutamakan. Tuhan berhak dinomorsatukan. Tuhan berhak tau kesungguhan kita mencintaiNya. Tuhan berhak memiliki waktu kita. Dan Tuhan juga berhak untuk mengingatkan kita melalui kepahitan.

Tuhan maha berhak.

Sekali lagi Tuhan tidak mengintimidasi. Tidak. Dia hanya mau kita tahu bahwa Dia memang berhak atas hidup kita.

Jadi, masih berani bolos misa Riz? *RI*

Merawat Senja

Tuhan semoga Engkau tak sedang sibuk,
Ada satu tanya menggantung di bawah perempat abad usia,
Tuhan,
Dengan siapakah Engkau ijinkan aku untuk merawat senja bersama?

*RI*

Jumat, 04 Juli 2014

Doa Awal Bulan

Tuhan Yesus, aku percaya Engkau menyembuhkan eyang putri saya seperti Engkau telah menyembuhkan bapak saya.

Dan saya percaya Engkau akan memulihkan keadaan finansial saya seperti Engkau telah menyembuhkan bapak dan eyang putri saya.

Amin.

*RI*