"Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku"
(Filipi 4: 13)
Saya (mungkin) salah satu contoh konkret orang yang dikuasai emosi.
Tanpa saya tahu, emosi dan kemarahan berkembang menggerogoti akal. Pelan, saya tau, emosi jiwa dan kemarahan itu kita sendirilah yang memeliharanya. Kita membiarkannya berkembang. Kita membiarkannya menguasai hari dan perasaan kita. Menyedihkan memang.
Dulu.
Saya tipikal orang yang memang jarang marah. Saya pribadi introvert. Tertutup. Dan ini bahaya. Saya sangat sadar. Pemaaf tapi juga penyimpan amarah dalam dendam. Semua peristiwa yg tidak enak dalam hidup seakan tersimpan rapi dalam laci-laci kecil di hati saya. Ketika yang tidak enak itu terjadi lagi, laci-laci itu membuka sendiri dan isinya menghambur keluar. Sangat detail. Komplit. Membuat tak ada spasi waktu lagi utk berpikir. Menjadi pendendam itu memuakkan.
Sekali saya marah, saya akan sangat meledak-ledak. Tak hanya adu mulut dan urat leher, bahkan sering sampai main tangan. Sepertinya ada kepuasan ketika saya berhasil memukul dan menampar mereka yang telah membuat saya meluap. Yang penting hajar dulu. Duh.
Banyak kejadian yang menekan dada. Saya tumbuh di keluarga yang kurang begitu harmonis. Saya kecil membutuhkan sebuah pelampiasan. I'm a drama queen. Demikian kelihatan di depan orang-orang. Selalu tampak kuat dan tanpa masalah hidup yang berat.
Tapi di balik kamar saya berubah menjadi seperti anak anjing yang kemasukan setan.
Kala itu saya berprinsip: "Lbh baik sesuatu itu jangan menyakiti hati dan menambah beban pikiran. Sakit hati lama menghilang. Kenapa tidak sakit di badan yang hanya sebentar." Itu sedikit dari jutaan pemikiran dungu saya kala dulu.
Ketika ada sedikit masalah di rumah, saya memilih menutup pintu kamar, mengunci diri. Daripada saya menangis lbh baik saya mengalihkan perasaan sakit itu dengan menyiksa diri. Saya akan menampar-nampar pipi sendiri. Membentur-benturkan kepala saya ke tembok atau lantai kamar. Mencubiti badan sendiri. Memaki diri. Simulasi penyiksaan diri. Mengerikan. Dan anehnya saya masih tetap menangis. Rasa sakit di hati juga ternyata blm menghilang. Padahal saya yakin itu semua bentuk pengalihan. Ah kasihan. Mau saja saya dibodoh-bodohi oleh pikiran setan.
Betapa kala itu hidup saya tak berharga utk saya sendiri.
Saya menyesal. Dan benar, penyesalan selalu datang terlambat. Saat ini, emosi saya lebih stabil. Saya tak akan membiarkan emosi ikut hadir dan meracau. Mengapa tidak dari dulu ya? Lagi lagi saya terlambat sadar bahwa Tuhan bekerja dengan caraNya.
Emosi bergerak dengan cepat. Tak tahu kapan datang dan perginyapun entahlah.
Emosi ada karena kita memang terlahir sebagai manusia. Tumbuhan tidak mempunyai emosi. Namun, bukankah kita bukan hewan yang mempunyai emosi tapi tidak mempunyai akal?
Emosi tak menyediakan waktu banyak untuk berpikir. Yang kemudian banyak terjadi adalah kita sering menjadi lepas kontrol dan kendali.
Apa iya kita akan selalu membiarkan emosi mengambil alih hari kita?
Bagi kita wanita, apakah PMS yang terjadi rutin setiap bulannya akan selalu dan menjadi satu pembenaran?
Apa sungguh tidak ada solusi? Apakah berdoa, beribadah, sama sekali tidak membantumu?
Tuhan ada tepat di samping kita, teman. Saat kita marah, sedih, frustasi, stres dan banyak hal yang sanggup membuat kita drop dan down, ada Dia. Panggil Dia. Ada namaNya. Ada sosokNya di samping kita. Bersandarlah. Menangislah. Katakan segalanya.
Jujurlah. Akuilah bahwa kita sedang mengalami kepahitan. Ceritakan. Ungkapkan walau dengan terisak. Berdoalah. Tenangkan hatimu.
Berbagilah kisahmu dengan sahabat atau mereka yang mampu membuatmu nyaman untuk bercerita. Sebagai mahkluk sosial, kita akan selalu membutuhkan orang lain.
Yang jelas, jangan pendam jangan simpan. Segala sesuatu yang dipendam akan menjadi pupuk bagi emosi dan teman-temannya.
Yang terakhir, maafkanlah mereka yang telah menyakitimu. Maafkan dan segeralah lupakan. Buang laci laci dendam dalam hati. Kosongkan. Dan isilah dengan kebahagiaan.
Menangislah sebentar untuk senyum yang lebih banyak lagi.
Menuruti emosi hanya akan membuat kita rugi. Tak akan pernah ada yang lain lagi.
Rahayulah. Tuhan memberkati. *RI*