Kamis, 25 Desember 2014

Selamat Natal yang Tertunda

Ditengah polemik haram tidaknya Selamat Natal dan topi Santa, kita berbahagia karena Natal menjadi lebih semarak. Betapa damai Natal harus mjd semangat damai dan daya juang kita menghadapi tantangan satu tahun ke depan

Damai di bumi, damai di hati, damai kini dan nanti, damai setiap hari.

Selamat Natal 2014

Teriring salam kasih Kristus,
Rizky Inggar @lukitavati

Senin, 15 Desember 2014

Tagar Bencana

Di negriku baru saja terkena bencana alam lagi. Banjarnegara longsor. Sedih rasanya. Sinabung belum berhenti berkabung ditambah bencana di Banjarnegara.

Tuhan sudah terlampau murka apa ya.

Tapi aku percaya Tuhan tak murka. Tuhanku bukan Tuhan pendendam walau jg bkn Tuhan yg pelupa. Tuhanku adalah Tuhan yang dewasa, kritis dan bijaksana. Ah apalah aku ini hanya debunya debu di alas kakiMu.

Tuhan membuat bumi dengan perencanaan. Tuhan lebih hebat dari semua fisikawan dan jg ahli geologi. Tuhan tak belajar itu semua tapi Dia tau. Ya jelaslah wong namaNya saja Tuhan kok ya.

Tuhan tau bagaimana harua bertindak. Bagaimana harus angruwat ubenging jagad. Tuhan kenal tiap tiap inci ciptaanNya.

Jika ada bencana alam mungkin Dia sedang memperbaharui yang harus diperbaharui. Jika ada banjir, tanah longsor, tsunami, mungkin bukan berarti Tuhan murka dan ingin menerkam setiap kita yang dibenciNya. Ah Tuhan tak sekejam itu.

Malahan, saking besar kasihNya Tuhan kepada kita, Ia memperbarui bumi.

 Ia tak sedang menghabisi kita yang tak taat walau benar semua dilakukanNya sebagai sebuah pengingat.

Tuhan tak jahat.

Kita yang tak tau diri. Kita yang lupa hakikat kita sebagai manusia yang harus santun kepada penciptaNya.

Terlampau banyak dosa. Terlampau banyak janji keselamatan yang kita diamkan. Ah manusia selalu rentan dengan dosa dan angkara.

Tuhan ada sebagai pedoman. Bukan melulu tentang Surga dan neraka. Namun tentang garis batas perbuatan perbuatan yang kita lakukan. Tuhan ada untuk melihat.

Tuhan memiliki hak. Ia menciptakan. Ia juga berhak untuk meniadakan. Tuhan ada untuk menjadi tonggak kita berlaku hidup yg benar.

Lakukan apa yang dikehendaki Tuhan. Jauhi apa apa yang Tuhan tak inginkan.

Hanya itu. Tapi susah ya. Dunia penuh jebakan.

Kembali menyoal bencana. Jika kita ingat bencana paling besar saat air bah pada jaman Nuh.

Kiamat pernah terjadi.

Kiamat bukan hanya sekali.

Jika saja kita ingat, Tuhan hanya meminta kita taat. Sambil menyaksikanNya memperbaharui seisi muka bumi. Tuhan adalah seniman yang agung. Semua yang dikerjakan adalah sempurna. Manusia, nikmatilah dunia tapu jangan terlampau menutup hati, telinga serta mata. Tuhan ada.

Tuhan ada untuk kita.

*RI*


Sabtu, 13 Desember 2014

Jika Kamu Adalah Salibku..

Sebuah catatan di malam usai lamaran..


Aku berpikir tak ada lagi kesempatan untuk berputar, mundur ataupun berhenti. Tak saat ini.

Cincin ini sudah mengucap apa apa yang belum sempat terucap.

Malam ini malam awalku untuk lebih berjuang bagaimana cara utk bertahan.

Malam ini adalah malamku untuk mau lebih sabar menghadapimu, batu.

Ah aku berharap kau mau sedikit saja menolongku. Menolongku untuk tak lagi menjadi sebatu itu.

Tapi jangan takut. Aku tetap akan terus berjuang.

Jika itu untukku, atau untukmu itu salah. Untuk kita juga salah. Aku akan melakukannya untuk anak kita kelak.

Anak kita kelak tak perlu melanjutkan kepahitan yang pernah kita rasakan. Anak kita kelak tak akan menanam akar kepahitan yang dalam. Anak kita tak akan pernah mengalami masa masa yang sama dengan kita kecil dulu. Sungguh, untuknya yang termustahil akan aku lakukan.

Aku benci dengan batumu. Aku marah dengan diammu. Aku kecewa dengan komunikasi kita yang tak lancar. Aku bosan dengan pertikaian kita tentang yang itu itu saja.

Tapi aku akan ikhlas menerimamu sepertimu yang telah mau menerimaku.

Jika kamu adalah salibku, iya aku mau memanggulmu.

Jika kamu adalah salibku, Tuhan tentu memberi kekuatan yang lebih untukku.

Jika kamu adalah salibku, mungkin aku juga adalah salibmu.

Mulai hari ini dan sampai nanti biar Tuhan yang tetap bekerja dalam hubungan ini.

Aku mengasihimu, batu.

Jika kamu adalah salibku, aku akan memanggulmu penuh dengan suka cita.

*RI*

Jumat, 12 Desember 2014

Hai, Joe..

Hai Joe..

Ini aku yg nanti malam akan kau lamar menjadi istrimu. Menjadi ibu dari anakmu. Menjadi wanita yang menemani senjamu.

Dari awalpun aku meminta Tuhan agar kamulah dia yang dijanjikanNya.

Aku menemukanmu. Atau kamu yang menemukanmu. Ah persetan dengan itu. Yang jelas kita sudah ketemu dan menjadi satu.

Satu. Katamu tak ada lagi selain aku. Akupun begitu.

Satu. Sampai rambutmu putih, sampai raut mukamu menua, sampai matimu cuma ada aku. Akupun begitu.

Satu. Satu dari satu juta masa lalumu. Satu dari banyak wanita yang pernah merasakan pelukan itu.

Joe,

Kenanglah hari ini.

*RI*









Riak Riak Kebenaran

Seperti bumi, kebenaran itu berputar. Ia walau tersembunyi namun satu saat akan terungkap. Tak selamanya kebenaran akan sembunyi dalam senyap. Kepada mereka yang masih percaya akan adanya kebenaran, kebenaran akan menunjukkan dirinya sendiri. Pelan atau sigap. Percayalah, kebenaran adalah kunci.

Tak perlu kau repot repot membela diri. Kebenaran seperti halnya Tuhan. Ada tidak untuk dibela.

Alasan alasan yang hanya membenarkan sesuatu yang berumur sesaat itu sia sia. Sia sia karena kebodohan lagi lagi menjadi tak berguna.

Kenapa tak kau telan saja kebenaran itu? Pahit pare mungkin kalah pahit tapi demikian pula hidup. Sepahit apapun toh kita masih bisa bertahan. Jadi apa lagi?

Mencari pembenaran itu kadang melelahkan dan tak jarang hanya meninggalkan kekecewaan. Memangnya mau apa? Kamu tak selalu terlihat gagah saat kamu ada dalam koridor pembenaranmu sendiri. Menyedihkan. Buang buang usia hanua untuk terlihat benar di mata orang.

Kebenaran akan bersinar. Kebenaran akan ada. Ada untuk kau puja dan kau pertahankan saripatinya.

Benar bahwa kebenaran adalah kamu itu sendiri.

*RI*

datang juga hari itu..

Datang juga hari itu. Hari kamu akan memintaku untuk menemani seumur hidupmu. Apa rasanya ya? 30 tahun menunggu sebuah fase baru.

Lagi lagi aku tak memperoleh inspirasi akan menulis apa dan bagaimana.

Semua terasa berhenti. Tersendat dan terdepak.

Selalu saja masa lalu kembali mengganggu. Betapa menyebalkannya menjadi seorang pencemburu. Tapi salahkah aku mengingini keseluruhan dari masamu?

Datang juga hari itu. Hari dimana kamu akan memintaku menjadi istrimu. Benar siapkah kamu mempunyai aku yang pencemburu?


Datang juga hari itu. Hari dimana kamu memintaku mencintai dan setia padamu. Sudah siapkah aku menerima seluruh masamu?

*RI*

Senin, 17 November 2014

Kemudian Entah Mengapa

Kemudian entah mengapa, Blog ini lebih tepat jika dikatakan sebagai rekam jejak penulis daripada renungan harian.
Paling tidak saya harus memenangkan diri saya sendiri. Memenangkan komitmen.
Bukankah hidup adalah tentang berkomitmen?
Saya hanya tau, saya harus memaksa diri saya untuk terus menulis dan menulis. Mempersembahkan apa yang saya punya demi kemuliaan Tuhan.

Maaf jika terdengar basi karena melulu tentang cerita diri sendiri.

Tapi toh sungguh ini bkn utk saya. Sekali lagi saya mempersembahkan blog ini untuk Tuhan. Jika memang ada yang miss content, saya pastikan tetap bertujuan untuk memuliakan Tuhan. Memuliakan namaNya dengan empirik. Teori terapan. Yaitu yang relevan dilakukan dlm praktek hidup sehari hari.
Menjaga kebersihan, menjaga sopan santun, secara tidak langsung juga adalah cara memuliakan Tuhan dalam hidup kita sehari-har. Sekian pembenaran dari saya.


Ah, silahkan jika ini dianggap pembenaran. Namun sungguh, saya akan terus menulis. Entah ada yang baca atau tidak. *RI*

Maka, Berbuat Baiklah

"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan."
(Matius 5:7)


Sebagai yang mengimani Yesus, kita tentulah harus juga memiliki sifat sifat yang dimiliki oleh Yesus. Salah satu sifatNya yang paling membuat saya tersentuh adalah murah hati.
Tuhan Yesus selalu mengajarkan untuk bersikap murah hati. SikapNya yang mengasihi kita tanpa syarat. KasihNya tanpa pamrih. Ia mencintai orang tanpa melihat latar belakang orang itu. 

Wanita sundal, pemungut cukai, orang Samaria, dan banyak lagi. Yang membutuhkan pertolongan, ditolong langsung tanpa bertanya nama dan background. Bukankah ini luar biasa. Contoh konkret untuk kita yang berada di negri yang pluralis. Negara dengan keberagaman.

Dalam perjalanan hidup saya, murah hati adalah kunci.

Manusia adalah mahkluk sosial. Mahkluk yang akan selalu membutuhkan manusia lainnya untuk hidup. Bergantung namun bukan ketergantungan.

What goes around comes around. Bahwa perbuatan baik itu berputar.

Apa yang terjadi pada kita adalah hasil dari perbuatan kita di masa lampau. Semua berputar. Seperti roda. Mengulang dan akan terus berulang.


Maaf menyela dengan sedikit pendapat yang antitesa. Tidak tepat jika kemudian kita bermurah hati untuk kemudian berharap ada yang berbalik bermurah hati di suatu hari.
Ini menjadi pamrih kembali.

Berbuat baiklah tanpa terlebih dahulu mengenal upah. Berbuat baiklah untuk membalas kebaikan Tuhan dalam hidupmu. Berbuat baiklah seperti orang yang tak mengenal lelah. Berbuat kasihlah tanpa memilah milah.

Berbuat baiklah dan dunia akan berbalik menjadi baik.

*RI*




Jumat, 14 November 2014

Mencoba Menulis Lagi

Hidupku sedang diputar kembali oleh Tuhan. Bila diputar naik, mungkin akan menyenangkan. Tuhan kebetulan memutar turun hidupku. Kemarin duit serasa sangat gampang dicari. Kemarin, masih kemarin rasa rasanya setiap hari dipenuhi dengan bangun pagi untuk bekerja sampai malam hari. Hari ini, entahlah semua terlihat menjauh. Bahkan cita cita dan impian yang sepertinya tampak jelas di depan mata, terlihat begitu entahlah. Saat ini hanya berpikiran bagaimana membayar cicilan.

Dalam hati saya tertawa, saya tertawa karena saya merasa hidup itu indah. Teramat indah. Begitu indah sehingga kita tak sanggup membedakan mana yang bahagia dan mana yang derita.

Mungkin saya telah mati rasa. Saya tak bisa menangis saat hidup terasa begitu pahit. Saya tak juga benar benar bisa berbahagia ketika sesuatu yang menggembirakan terjadi. Dulu saya mudah menangis untuk yang tak pernah saya harapkan untuk terjadi. Saat ini, kepahitan tak pernah benar benar merajai hidup saya. Kehilangan pekerjaan terbukti tak pernah menyurutkan semangat saya. Entahlah. saya sendiri juga tidak tahu. 

Jika ini terjadi beberapa tahun lalu, saya dapat menjamin hidup saya akan hancur. Meratapi di setiap malam. Mengkoreksi diri dengan makian dan kalimat kalimat rutukan. kemudian akan diakhiri dengan menangis. 

Itu saya. Beberapa tahun yang lalu setidaknya.

Rontoknya sebuah rambut dari kepala sayapun sanggup untuk membuat saya sedih yang berlarut larut. 

Saat ini saya sudah berbeda. Kehilangan pekerjaan adalah bukti kasih Tuhan. Tuhan menginginkan saya untuk berkembang. Dengan pekerjaan yang itu itu saja, mungkin saya akan stuck dalam keadaan nyaman yang saya buat sendiri, dan membiasakan diri untuk dimanja. Tuhan tidak mau membiarkan itu terjadi. Tuhan menginginkan adanya perubahan.

Tanpa ada angin dan ada hujan, saya diberhentikan dari pekerjaan saya. Saya toh sudah bisa merasakannya, namun saya berpositive thinking untuk tidak berpikiran saya akan dirumahkan.

Satu minggu kini dari pemberhentian itu. Saya menemui diri saya dalam keadaaan sangat stabil. Semangat saya bertambah, bahkan pada saat saya sedang datang bulan. Rasa sensitif dan PMS jelas mengganggu. Tapi aneh, saya tak terbebani. Itu sudah luar biasa sekali.

Saya merasa bahagia, walau entah saya menambah dana untuk biaya pernikahan  Februari depan dari mana. Entah saya dan pacar apakah benar bisa membuka usaha sewa sound system yang merupakan impian kami dari awal dulu. Entahlah, semua terasa begitu entahlah.

Tapi saya tetap bertahan. Paling tidak saya mencoba untuk tetap bertahan.

Pacar saya mengajarkan untuk diam dan bertahan dalam keadaan yang paling tak memungkinkan sekalipun. Kami berdua bertahan. Impian di depan mata untuk menikah dan membuka sound system tak goyah. 

Kami berdua percaya keajaiban. Kami berduapun ditemukan oleh keajaiban. Kami bisa bertahanpun, dipertahankan oleh keajaiban.

Kami percaya Tuhan tak tinggal diam.

Satu pintu tertutup, sejuta pintu lainnya akan dibukakan untuk kami berdua. Tidak ada yang mustahil, kataNya. Iman kami untuk saat ini -dan semoga tak akan mengendor sampai akhir masa- adalah semangat kami. 

Yang lebih pahit dari inipun pernah kami lewati bersama, dan jika sekarang kami dipaksa untuk rontok, oh sungguh tidak akan. 

Saya mengalami kasih Tuhan. Bukan saya mencoba mengingat Tuhan pada saat kemalangan saya, namun sungguh benarlah Tuhan melimpahkan kasihNya teristimewa pada saya agar hidup tetap berjalan seperti kehendakNya.

Seperti ketika potlot harus terpaksa berhenti dari tugasnya untuk menulis, karena menjadi tumpul. Potlot harus diraut lagi. Potlot harus ditajamkan lagi, dan kemudian potlot akan mencoba untuk menulis lagi.

Akulah si potlot yang sedang tumpul. Aku sedang diistirahatkan Tuhan karena Dia perlu untuk merautku, menajamkanku sehingga aku bisa menulis kembali.

Tuhan, untuk apapun yang terjadi, terimakasih ya.. 

*RI*

























Melangkah Dengan Iman

-Jika kamu memiliki iman, kamu tak akan pernah berjalan sendirian-

Mudah mengatakan kata kata, tapi susah mengaplikasikannya. Hidup di dunia adalah tantangan. Kita ditantang untuk teguh pada prinsip sendiri atau ikut arus mana yg lebih menguntungkan. Jika kemudian jalan yg kita pilih salah, dengan enak kita menyalahkan Tuhan. Menganggap Tuhan sedang mempermainkan hidup kita. Mencobai kita. Padahal belum tentu.

Kita tau bahwa rancangan Tuhan itu indah untuk hidup kita. Bahkan melebihi segala harapan dan mimpi mimpi kita. Namun, entah pada kenyataannya kita selalu saja memaksa bahkan memonopoli kehendak Tuhan.

Kalau terkabul, luar biasa kita kemudian bahagia, namun jika tak terjadi dalam hidup nyata, hidup kita malahan menjadi hampa. Menganggap Tuhan tak sayang. Menganggap Tuhan tak adil. Tak fair. Padahal permasalahan yg sebenarnya ada pada diri kita yang belum siap untuk menerima.

Saya tegaskan. Hidup adalah tentang kesiapan. Siap atau tidak tergantung iman.

Kok bisa?

Iman adalah pedoman. Iman ikut menentukan  langkah kita. Iman membimbing kita. Dengan iman kita memiliki keyakinan. Iman mendewasakan. Iman ada untuk senantiasa menemani kita.

Mereka yang putus asa adalah mereka dengan iman yang kurang.

Saya masih sering putus asa. Dengan dewasa saya harus mengakui, mungkin saya harus menggali iman saya lbh dalam.

Iya. Pengakuan adalah fase awal kita disebut beriman. Akuilah diri kita seperti apa. Terima karakter pribadi.

Saya bisa. Kamu bisa. Kita semua bisa. Percaya, Tuhan membuat kita semua beriman. Aplikasikan. Dan lihat, betapa dunia berubah lebih manis walau jalanan terjal menanjak dan berbatu. *RI*

Jumat, 07 November 2014

Apa Adanya Kita

Keinginan kadang menyesatkan. Keinginan kebanyakan diadakan untuk memewahkan diri sendiri. Keinginan dunia begitu diprimerkan padahal dunia hanya sementara. Manusia hanya sesaat. Tak lebih lama dari surya yg tenggelam di ufuk barat yang mengganti sore menjadi malam yang kelam.

Saya ingin ini. Saya ingin itu. Saya ingin anu. Saya ingin bla bla bla.

Siapa kita sehingga dengan enteng mendikte Tuhan? Siapa kita sehingga Tuhan harus selalu mendengarkan dan mematuhi doa dan keinginan kita? 

Jika keinginan kita terkabul kita bersyukur karena doa kita didengarkan Tuhan. 

Jika keinginan kita tidak dikabulkan, kita harus lebih bersyukur, karena yang terjadi adalah kehendak Tuhan.

Keinginan hanya memanjakan keinginan daging. Keinginan hanya membuat kemanusiawian kita menjadi lebih tamak. 

Tuhan berkenan pada hidup yang apa adanya. Untuk apa memegahkan diri namun tidak dipandang ada oleh Tuhan?


*RI*


Dia Tau Saat Yang Tepat

Tuhan, ijinkan aku untuk selamat di dunia yang jahat.

Aku berharap aku terus mengingatMu tanpa harus ditegur terlebih dahulu.

Aku berdoa agar Tuhan menopang ketika tak ada satupun tangan yang bisa kupegang.

Aku tau Tuhan membuka setiap jalan. Jalan yang membahayakanku, ditutupnya rapat rapat.

Tuhan tau karena Ia menyelidikiku terlebih dahulu.

Tuhan memberi berkat. Agar kita tetap selamat.

Tuhan mempersiapkan segalanya dengan teramat sempurna.

Jika kali ini pahit dan menyakitkan, ingat Dialah yg paling tau saat tepat .

*RI*

Jika Tuhan Belum Mengizinkan

Tak selamanya kamu diijinkan utk menang. Demikian sebaliknya. Tak melulu kamu akan kalah. Semua diberi waktu yang sama. Semua setara dlm hal kesempatan.


Jika belum bisa naik ke atas, bukan tanpa sebab Tuhan membiarkan itu terjadi. Mungkin saja angin di atas masih terlampau kencang sehingga Tuhan belum mengijinkanmu serta merta berada di sana.

Bersyukurlah krn Tuhan membiarkan itu terjadi. Tuhan tak menginginkanmu utk berada di atas sebentaran dan kemudian jatuh tergeletak dan tak bangkit lagi.

Tuhan toh lebih mengenal siapa diri kita dan bagaimana sejatinya kita.

Dia menginginkan kita utk berada di atas dg selamat.

Jika Tuhan belum mengijinkan itu terjadi, bersabarlah. Tuhan mengerti kapan saat yang tepat agar kita tetap selamat. *RI*


Rabu, 29 Oktober 2014

Merepotkan Diri Sendiri - sebuah catatan -


Catatan Pra Nikah 4 bln sebelum..


Tentang seserahan itu selalu mengasyikkan. Bahwa belanja dilegalkan. Memilih dan memilah barang utk ditempatkan dalam kotakan kotakan.

Kami berdua menentukan sendiri jumlah dan isi. Tentu isinya tidak semau kami sendiri. Tetap berdasar pakemnya.

Untukku mungkin akan ada 7 kotak. Untuknya 3 kotak. Bukannya tidak adil, namun memang demikian adatnya.

Kotakan berjumlah ganjil. Kotakan untuk calon pengantin pria tdk boleh lebih banyak dari calon pengantin wanita.

 7 kotakan pertama. Tujuh bahasa Jawanya 'pitu'. Bermakna 'pitulungan'. Atau pertolongan. Cukup representatif, bukan? Agar pertolongan bagi kami tak ada habisnya.

Isinya akan seperti berikut:

Kotak pertama. Perlengkapan ibadah. Di dalamnya Alkitab, patung salib, dan rosario.
Alkitab sebagai pedoman hidup murid Kristus.
Patung salib karena saya harus siap dan bersedia memanggul salib Kristus dlm kehidupan rumah tangga.
Rosario karena 4 tahun sudah usia devosi saya kepada Rosario Suci

2. Kotak Perhiasan
Seperti pada umumnya dengan pendekatan budget yang tidak macam macam.

3. Perlengkapan mandi, make up, pakaian dalam
Tak perlu diuraikan karena merupakan sesuatu yg biasa.

4. Perlengkapan pesta.
Meramu perlengkapan untuk hari H. Kebaya, sepatu. Tambah clutch sekedar utk pemanis.

5. Entah akan ada apa lagi di 3 kotak selanjutnya. Belum ada gambaran. Jika tidak menemukan jawaban, kotakan untukku terhenti di angka 5. Untuk filosofinya biar nanti saya yang mereka reka. Bukankah dunia itu dinamis?

Ah, saya terlalu bersemangat. Tapi bagaimana saya tidak bersemangat, ini adalah kali pertama dan akan menjadi peristiwa yang satu satunya.

Menghadapi hari hari ini berdua saja. Mengurus perlengkapan demi kelancaran acara. Repot tapi menyenangkan.

Iya, saya bahagia. *RI*

Menikmati PanggilanNya

 "Berbicaralah Tuhan sebab hambaMu ini mendengar." (Sam 3:9)


Tuhan rindu pada saya. Teramat rindu. Saya juga rindu. Kenyataannya jadwal yang padat membuat saya lupa bahwa saya harus meluangkan barang 5 menit saja sekedar untuk saat teduh.

-Tuhan toh tak pernah lupa kepada saya-

Dalam berdoa, bukan hanya kita yang ingin berbicara. Bayangkan, saat ada teman yg curhat ke kita. Ngomong terus. Meminta pendapat tapi tidak memberi jeda kepada kita agar bisa berbicara. Kalaupun kita tidak dimintai nasehat, kita juga rasa rasanya gatal untuk berbicara. Yah walau sekedar utk menenangkannya.

Teringat akan filsafat lama. Mengapa Tuhan menciptakan 2 telinga dan 1 mulut. Orang bijak mengatakan bahwa kita haruslah lbh banyak mendengar daripada berkata kata.

Saya sangat sependapat.

Tuhan memberi kita rambu rambu. Telinga kita diciptakan sepasang. Kalau kita kritis, kenapa bibir kita juga tidak diciptakan sepasang?

-Ah jangan juga lupa bahwa Tuhan adalah seniman. Tentu Dia tau estetika-

Tuhan menyambut tiap apa yang terucap. Tuhan bahagia kita rajin berdoa. Tuhan senang kalau kita berkeluh kesah kepadaNya.

Sama seperti kita. Tuhanpun ingin diingat.

Sama seperti kita juga, Tuhan gatal ingin berbicara. Tuhan ingin ngomong sesuatu. Tuhan ingin bercerita banyak hal karena terlampau rindunya.

Apakah aku yang terlewat kurang ajar sehingga menyamakan diri dg Tuhan? Tapi bukankah memang kita diciptakan secitra denganNya. Kita terlahir dengan tuntutan agar kita bisa hidup jauh dari dosa. Jadi ketika waktu kita di dunia telah selesai, kita bisa bersatu kembali denganNya. Memandang wajahNya tanpa beban dosa.

Tuhan berharap kelak kita semua berkumpul di Surga. Bersama malaikat Serafim dan Kerubim mengumandangkan lagu lagu pujian yang tak ada hentinya.

Tuhan membimbing kita.

Manusialah yang kerap mengunci diri, tidak mau mendengar Dia. Manusia lebih besar egonya. Manusia lebih mengutamakan dunia. Wajar. Namanya saja manusia.

Pertanyaannya, sudah sepede itukah kita untuk 'nggugu karepe dewe'? Sampai kapan kita apathis terhadap Tuhan? Sudah hebatkah diri kita?

Ah Tuhan. Seandainya dunia tak membesarkanku sebebal ini..

*RI*

Sabtu, 25 Oktober 2014

catatan kaki

Menikah bukan semata untuk melegalkan persetubuhan. Atau sekedar untuk regenerasi.

Lebih dari itu semua.

Menikah adalah memanggul salib yg sama. Kau salibku. Dan aku salibmu. Bertahan sekuat mungkin untuk berada di bawah salib yg sama.

Menikah bukan hal yang mudah.

Menikah adalah tentang menerima dan mengabdi. Bukan melulu tentang mimpi.

Jika kau tanya berat, banyak akan menjawab berat. Berat toh relatif. Berat bagimu belum tentu berat bagiku. Demikian sebaliknya.

Sanggupkah dan sungguh sudah siapkah utk menikah? *RI*

kami tetap tinggal sebagai kami


(Catatan kaki pra nikah 4 bln sebelum)

Harapan semua calon pengantin sama. Hari H berlangsung dengan lancar.

Demikian kami.

Bukan sebuah pesta yang hingar bingar. Kami merancang sebuah perayaan yang sederhana dan sakral. Iya. Sakral. Kami bosan dg pesta pernikahan yg mewah di gedung mahal lengkap dengan dekorasi yang elegan. Selain bosan, yg pasti tidak ada budget utk itu. Tapi bilapun ada, kami tetap memilih sebuah perayaan kecil, sederhana dan sakral. Itu lebih berarti. Bagi kami berdua setidaknya. Keluarga? Entah. Semoga mereka tak berkeberatan. Kami berdua toh sudah cukup dewasa utk mengorganisir masa depan kami. Semoga sepaham. 

Tidak ada musik live dari pemain organ tunggal atau band akustik. Padahal utk kami sendiri yang hidup dari bermusik dari wedding ke wedding rasanya seperti janggal. Pesta pernikahan yang tanpa musik live. Aneh tapi sungguh, kelak perayaan kami berdua hanya diisi oleh doa dan restu dari mereka yang kami undang. Cukup doa agar rumah tangga kami kekal dan berbahagia.

Cukup.

Kami ingin menikah. Kami ingin hubungan ini diberkati Tuhan Yesus. Poin.

Kami tidak mau terlalu banyak menghabiskan uang tabungan krn kami ingin melanjutkan hidup. Berdua. Membuka usaha. Dari bawah bersama.

Kami tidak butuh menjadi raja dan ratu sehari dg perayaan yang gila gilaan. Pemberkatan di gereja kemudian syukuran kecil dg makan bersama. Sudah lebih dari cukup. 

Visi misi kami jelas. Membawa hubungan ini ke depan altar Tuhan. Memintakan berkat. Berdua sampai akhir hayat. Tak perlu lain lain lagi. 

Terhitung 4 bulan lagi dari bulan ini. Kami segera akan menapaki mimpi mimpi. Mimpi yang sengaja kami bangun berdua. Dari bawah menemaninya. Jika kelak roda berputar ke atas, semoga kami tetap tinggal sebagai kami.

 Iya, memangnya apalagi. *RI*


Minggu, 12 Oktober 2014

Tafsir Mimpi

Mimpi adl bunga tidur.

Saya ingat sekali bahwa sejak kecil saya selalu mengartikan dan menandai mimpi mana saja yang terjadi.

Mimpi adalah pertanda. Bagi yang percaya, tentunya.

Saya dulu utak atik buku Primbon tentang mimpi. Kuurutkan satu persatu. Kuteliti lagi. Kuaplikasikan dg diri sendiri. Iya, sebegitu selownya saya hingga punya banyak waktu menelaah mimpi sendiri.

(((Menelaah)))

Tafsir mimpi di buku primbon itu tak mutlak benar semua mengalami. Namun, sebagian besar mengalaminya. Noted ya.

Benar, bahwa mimpi adalah pertanda bagi yg percaya. Saya salah satu yg percaya bahwa mimpi adl sebuah pertanda. Contoh konkret begini:

Mimpi eek. Artinya mau dapat rejeki. Sejarah hidup saya mencatat, SMA kelas 3 sebelum UAN sy mimpi eek. Rejeki mungkin tak selalu berupa uang. Bagi seorang pelajar, juara 1 paralel nem tertinggi sesekolah adl juga rejeki yg super spekta. (Jumawa)

Yah, lagi lagi kembali lagi ke kita. Sekedar bunga tidur atau pertanda.
Tanpa pernah lupa, Tuhan pasti sudah berencana semuanya sedetail detailnya atas hidup kita.

Jadi, apapun mimpimu, minumnya tetap teh botol sosro.

*RI*

Sabtu, 27 September 2014

Tato Mbak Yeyen

Suatu kali saat ada kegiatan bersama artis cantik, saya memanggilnya Mbak Yeyen, saya tak sengaja melihat tato permanen di punggungnya. Sempat saya tanya, punya tato juga mbak? Dia hanya menjawab, iya nih seminggu lagi juga ilang.

Yang menarik hati saya waktu itu adalah konten dari tatonya.

Ask. Believe. Recieve.

Saya seperti ditampar. Saya disadarkan oleh tato mbak Yeyen. Selama ini saya memohon kepada Tuhan mungkin hanya dengan iman yang setengah-setengah. Tanpa saya sadar saya sering meremehkan kuasa Tuhan.

Saya suka nggak percaya pada saat berdoa. Pantas kalau saya tidak menerima paketan jawaban dari Tuhan.

Saya sering meragukan kuasa Tuhan. Berdoa meminta sesuatu tetapi setengah hati saya merasakan apa iya bisa terwujud. Apa iya Tuhan sanggup menjadikan saya seperti yang saya minta, padahal keinginan saya setinggi bintang di langit.

Saya lupa Tuhan berkuasa penuh atas hidup saya. Yang saya mau bisa saja dikabulkanNya namun toh pasti Tuhan mengevaluasi dulu apa yang terbaik bagi saya.

Siapa yang meminta dalam doa, dia akan menerima dengan kuasa Tuhan.

Simpel, tapi kok sepertinya susah sekali ya. Ah, aku masih percaya aku sedang disadarkan oleh tato mbak Yeyen. Ask believe recieve.

Terimakasih mbak Yeyen, walau tatomu sementara, tapi itu akan senantiasa saya ingat selamanya.*RI*

Jumat, 26 September 2014

Berjalan

Berjalan adalah proses untuk maju. Kita melangkah berharap sesuatu untuk berubah. Berjalan membuat cerita yang dulu tinggal menjadi pelajaran sejarah. Berjalanlah sampai kamu benar lelah untuk lebih melangkah.

Sesuatu yang menyakitkan layak utk ditinggalkan. Sesuatu yang hanya membuat luka layak untuk dilupakan.

Yakinlah bahwa dengan terus berjalan, kita sedang melupakan. Berjalan bermakna bahwa kita lebih kuat dari apa yang kita anggap menyakitkan.

Berjalanlah tanpa mengenal lelah.

*RI*

Rabu, 24 September 2014

Kadang Kita Perlu Iri Hati

Membuat diri sendiri nyaman pada saat kerja itu memang susah susah gampang. Susah karena kita harus menyangkal diri sendiri, gampang karena memang pada dasarnya kita berkemampuan untuk beradaptasi dengan apapun lingkungannya.

Kini semua kembali lagi ke diri kita. Apapun yang menjadi hambatan, pasti bisa diselesaikan jika saja kita memang berniat mau menyelesaikan.

Pikiran hanya akan melihat apa yang mau dia lihat.

Untuk menjadi sesuatu yang lebih, diperlukan usaha yang lebih.

Pertanyaannya: mau atau tidak. Mundur satu langkah untuk maju lima langkah.

Tuhan suka dengan mereka yang bekerja keras dan beretos kerja tinggi. Benar bahwa ketika kita lahir dan mati, kita tidak mengenakan apa apa. Namun bukan berarti itu dijadikan sebuah pembenaran untuk bermalas malasan dan menerima semua dari Tuhan serba apa adanya.

Hidup sederhana bagus, tapi peningkatan taraf hidup perlu juga dilakukan. Sia sianya hidup jika kita membuang waktu hanya untuk mengeluh, menyesal dan berpangku tangan.

Carilah motivasi dan orientasi hidup, meski harus memakai rasa iri. Iri kadang perlu. Motivasi adalah rasa iri hati yang dimewahkan. IMHO. Iri adalah bentuk motivasi yang paling sederhana dan paling efektif.

Benar kan? Rasa iri jika diolah akan membuat semangat semakin menyengat. Membuat kita bertambah niat untuk menjadi setara bahkan melebihi yang kita irikan. Olah rasa iri secara baik dan benar. Oh ya, saya sedang serius. Saya bukannya sedang mengada-ada.

Jangan hanya iri yang berakhir dengan nyinyir.

Irilah dengan mereka yang sukses. Kenapa mereka bisa sukses. Cari tahu. Praktekkan dengan disertai modifikasi.

Percayalah, rasa iri juga berguna. *RI*

Senin, 22 September 2014

Merayakan Pagi

Insomnia. Atau kebanyakan pikiran tepatnya. Rasa ngantuk ternyata bisa dikalahkan secara telak oleh angan angan ya. Semacam pikiran tentang masa depan secara brutal dan membabi buta.

Berkali-kali membahas masalah ikhlas dan tulus menghadapi hidup. Namun pada saat yang sama pula pikiran selalu meronta, memaksa untuk terus berpikir akan seperti apa masa depan itu nantinya.

Pamrih. Demikian jika kita menjalani hidup dengan banyak permintaan pada Tuhan. Eh, bukannya kita perlu mempunyai motivasi hidup? Bukankah setiap kita memang perlu cita cita sebagai orientasi dan dasar hidup. Apakah salah memohon kepada Tuhan untuk hidup lebih baik?

Bermimpi tidak salah. Dalam peraturan dimanapun, bermimpi tidak pernah dilarang. Tuhanpun tidak berkeberatan jika kita mempunyai mimpi.

Menjadi salah jika mimpi itu menjadi patokan kesuksesan kita. Jika kita tidak menjadi seperti yang ada di mimpi berarti kita gagal.

Menjadi salah jika kemudian mimpi menjadi terasa menyakitkan karena pikiran yang terforsir ke sana.

Sudahlah. Mari merayakan pagi dengan damai. Mari merayakan pagi dengan tentram..

Mari merayakan pagi dengan tidur, wahai para penderita insomnia yang berbahagia..

*RI*

Salam Dari Februari 2015 Untukku dan Untukmu..

Memang benar bahwa tidak baik mendahului kehendak Tuhan.

Tapi target tetap harus dipasang. Tanpa mengurangi rasa kasih dan iman kami kepada Tuhan.

Man disposes, God discloses.

Manusia merencanakan, Tuhan memutuskan. Ya semesta, kami berdua memutuskan untuk menikah pada tahun 2015 di bulan yang kedua.

Kami percaya niat yang baik akan menjadi berkat yang juga baik. Demikian kami ingin menjadi satu dalam kasih Kristus. Bersatu saling menerimakan dan sekaligus juga menjadi berkat satu sama lain.

Tuhan tau kami berusaha untuk maju.Semangat semakin tinggi mengingat
bulan Februari yang sedang menunggu kami. *RI*

Bertahan Dalam Kesesakan

Roda hidup berputar dan akan terus berputar, tak peduli apapun yang terjadi, tak juga dia mau menanti. Siap atau tidak siap, mau tidak mau, kita yang harus terus mengejar.
Aih mengejar ya. Padahal jangankan mengejar, untuk bangkit saja sepertinya susah dan sangat berat. Mau dipaksa kok ya masih susah. Terus mau apa lagi.

Pergumulan dengan masa lalu saja sudah membuat kaki seperti terbeban berat dan langkah terhambat untuk maju. Belum lagi ditambah dengan kegagalan yang sepertinya lebih setia menemani daripada kesuksesan.

Ah ayolah. Mengeluh hanya membuat waktu terbuang sia-sia. Mengeluh hanya membuat semua menjadi lebih lambat. Lambat untuk maju.

Ada kalanya jalan tak selalu datar. Kadang bergeronjal, menanjak, banyak polisi tidur. Akankah semua itu membuat kita minder dan kemudian ngedrop? Ah, bodohnya jika seperti itu. Bodoh jika hidup hanya digunakan untuk menyesali dan mengeluh. Tuhan toh tahu sebatas mana kemampuan kita. 

Tuhan adalah jalan. Doa adalah media.

Bertahanlah meski benar benar terasa beratnya. Tuhan memampukan kita untuk selalu menjadi pemenang dan juara.

Jika sekarang beban terasa semakin berat, lepaskanlah perlahan. Cari tempat sepi, sunyi, bertelutlah. Letakkan beban di depan Tuhan. Biarkan Dia yang mengurai segalanya.

Kita hanya tinggal percaya, Tuhan ada.

Iya, Tuhan ada. Kamu mau bagaimana, Tuhan ada.

*RI*


Minggu, 21 September 2014

Semestinya Cinta

"I can do all this through him who gives me strength". Philippians 4:13

Cinta adalah komitmen. Setujukah? Saat kita memutuskan untuk mencintai, pada saat itulah kita memutuskan untuk siap jika sewaktu-waktu cinta berbalik menyakiti kita.

Jika kita belum siap untuk mencintai, maka jika sewaktu-waktu kita patah hati, maka akan susah untuk kita kembali bersemangat lagi.Sesuatu yang sudah patah, sudah rusak, walaupun bisa diperbaiki, namun bekas bekasnya masih akan tampak.

Patah hati memang adalah hal yang biasa. Dunia tetap akan masih berputar jika cinta terasa begitu menyakitkan. Matahari masih terus bersinar jika cinta berjalan perlahan meninggalkan.

Teman, cinta seharusnya menguatkan.Bukan melemahkan. Apalagi menyakitkan. Cinta adalaha kekuatan.

Sama seperti cinta Tuhan kepada kita. Tuhan tidak pernah menyerah sesakit apapun cinta itu kemudian. Semua karena Tuhan sudah berkomitmen. Berkomitmen untuk tetap mencintai umatNya walau kadang banyak dari umatNya yang kemudian membangkang.

Jadi, saat kita mencintai, siapkah kita untuk disakiti? *RI*

Senin, 25 Agustus 2014

THROWBACK

-Bukan senjata tajam yang melukaimu, melainkan masa lalu.-


Melihat lagi ke belakang. Mereview diri. Apakah itu prestasi ataukah itu regresi. Perlu dilakukan untuk bermawas diri. Bercermin karena yang tau tentang diri kita adalah ya diri kita sendiri. Pahami siapa sebenar benarnya diri kita. Cari tau apa yang menjadi kelemahan dan apa yang menjadi celah bagi setan untuk masuk dan menggoda kita.

Kadang kita lupa. Banyak hal yang rawan yang menggoda dan menggiurkan. Yang merupakan gerbang lebar bagi setan untuk meraja dan menjajah hati serta jiwa dengan rongrongan. Nafsu. Entah nafsu untuk berharta, nafsu badan, nafsu kekuasaan. Dan banyak lagi.

Mereka dibuat seperti anggur. Manis memabukkan. Membikin ketagihan.

Manusia adalah mahkluk yang riskan. Rawan akan godaan dan tipu daya. Semakin kita berada di pusaran itu semakin kecil kesempatan kita untuk keluar dari sana.

Kembali ke masa lalu. Bkn untuk terkungkung di dalamnya. Namun untuk berkaca. Apa saja yang telah saya lakukan. Baikkah? Mana sajakah yang baik? Atau burukkah? Mengapa bisa sampai hati berbuat yang buruk?

Timbulkan pertanyaan. Selalu munculkan apa yang membuatmu heran mengapa di masa lalu bisa tertulis kejadian itu.

Bercermin. Menelanjangi diri. Demi masa depan yang lebih baik. Demi pribadi yang lebih matang dan dewasa.

Kenapa harus move on jika masa lalu bisa direka ulang untuk sebuah pembelajaran? *RI*

Melangkah Dengan Iman

-Jika kamu memiliki iman, kamu tak akan pernah berjalan sendirian-

Mudah mengatakan kata kata, tapi susah mengaplikasikannya. Hidup di dunia adalah tantangan. Kita ditantang untuk teguh pada prinsip sendiri atau ikut arus mana yg lebih menguntungkan. Jika kemudian jalan yg kita pilih salah, dengan enak kita menyalahkan Tuhan. Menganggap Tuhan sedang mempermainkan hidup kita. Mencobai kita. Padahal belum tentu.

Kita tau bahwa rancangan Tuhan itu indah untuk hidup kita. Bahkan melebihi segala harapan dan mimpi mimpi kita. Namun, entah pada kenyataannya kita selalu saja memaksa bahkan memonopoli kehendak Tuhan.

Kalau terkabul, luar biasa kita kemudian bahagia, namun jika tak terjadi dalam hidup nyata, hidup kita malahan menjadi hampa. Menganggap Tuhan tak sayang. Menganggap Tuhan tak adil. Tak fair. Padahal permasalahan yg sebenarnya ada pada diri kita yang belum siap untuk menerima.

Saya tegaskan. Hidup adalah tentang kesiapan. Siap atau tidak tergantung iman.

Kok bisa?

Iman adalah pedoman. Iman ikut menentukan  langkah kita. Iman membimbing kita. Dengan iman kita memiliki keyakinan. Iman mendewasakan. Iman ada untuk senantiasa menemani kita.

Mereka yang putus asa adalah mereka dengan iman yang kurang.

Saya masih sering putus asa. Dengan dewasa saya harus mengakui, mungkin saya harus menggali iman saya lbh dalam.

Iya. Pengakuan adalah fase awal kita disebut beriman. Akuilah diri kita seperti apa. Terima karakter pribadi.

Saya bisa. Kamu bisa. Kita semua bisa. Percaya, Tuhan membuat kita semua beriman. Aplikasikan. Dan lihat, betapa dunia berubah lebih manis walau jalanan terjal menanjak dan berbatu. *RI*

Senin, 11 Agustus 2014

Biang Teler

Sebuah kisah dari negeri antah berantah...

Cerita ini lucu sekali. Dengan muatan moral yang saya pikir cukup menarik untuk di share sama teman teman semua.

Mari membaca :))
***

Tinggal seorang anak kecil dengan ibundanya di sebuah desa. Nama anak kecil itu Biang Teler -entah kenapa dinamakan Biang Teler-.

Mereka berdua hidup sangat miskin. Makanpun mereka kesulitan. Pekerjaan sang ibu tak cukup mengatasi kesusahan hidup mereka berdua. Makan sehari sekali sudah prestasi. Saking peliknya kondisi finansial mereka, sang ibu dan Biang Teler hanya bisa pasrah pada kehendak yang Kuasa tanpa berani mengeluh. Doa dan kerja terus saja diupayakan agar perekonomian membaik. Mereka terus percaya tangan Tuhan akan membaikkan kehidupan. Mereka percaya Tuhan sedang menyuruhNya menunggu.

Satu ketika sang ibu mendengar saudara jauhnya sedang mengadakan hajatan. Sang ibu berpikir bahwa mngkn ini rejekinya dan anaknya. Bisa makan enak. Dan karuan waktu nanti pulang bisa membungkus makanan sisa. Lumayan kan bisa untuk makan 2, 3 bahkan 4 hari.

Walau jauh, sang ibu dan Biang Teler  semangat pergi ke rumah saudara. Berjalan jauh. Perlu waktu seharian penuh mencapai desa saudaranya.

Saudara jauh sang ibu ini adalah orang kaya. Keluarga terpandang di desanya. Rumahnya megrong megrong. Pesta diadakan 7 hari 7 malam. Tak ada alasan khusus. Hanya ingin menghabiskan uang saja. Beda jauh dengan sang ibu dan Biang Teler. Makan saja susah.
Ah dunia.

Saat sang ibu dan biang teler sampai ke rumah saudara jauh, kondisi mereka sudah kepayahan. Perut keroncongan. Kaki bergetar. Badan melemah belum ada asupan.
Mereka mempercepat langkah menemui sang saudara jauh.

Seperti sudah bisa ditebak, sang saudara jauh menolak kedatangan sang ibu dan Biang Teler. Diusirlah mereka. Saudara jauh malu. Lebih penting gengsi dan prestis dibandingkan saudara miskin.

Sakit hati sang ibu. Biang Teler menangis kelaparan. Mereka berdua berjalan pulang. Gagal mendapat makanan. Gagal bersua dg kerabat. Gagal.

Hujan disertai angin melanda. Sang ibu dan Biang Teler berteduh di sebuah pondok tak berpenghuni. Kotor. Namun bisa untuk berteduh. Biang Teler pucat pasi. Lemah. Kelaparan. Kelelahan. Sang Ibu berkata padanya, "Anakku tidurlah dulu. Akan kurebus batu itu. Jika tanak, kita akan makan bersama. Percayalah Tuhan membela kita."
Biang Teler percaya. Sang ibu mengambil sebuah batu. Ia membuat api dengan cara tempo dulu. Dan menyalalah api. Ia merebus batu dengan kuali yg ada di dekat situ. Ditunggui batu itu sampai empuk kemudian akan mereka makan. Lama sekali. Sampai mereka mengantuk. Merekapun tertidur berharap nanti kalau bangun batu tersebut menjadi empuk dan bisa dimakan.

Tak lama kemudian, air rebusan batu itu mendidih. Bukannya empuk, batu itu kemudian meledak.

Anehnya ledakan batu itu membuat pondok itu menjadi sebuah istana. Dilengkapi dengan harta kekayaan yang luar biasa. Dayang dayang dan punggawa  yang tak terbayang banyaknya. Istana Biang Teler, kemudian mereka menjulukinya.

Kabar itu sampai juga pada saudara jauh. Ia mendatanginya untuk membuktikan kebenaran itu. Maka berangkatlah dan ditemui istana itu. Terkejut dan irilah dia.

Penasaran, saudara jauh bertanya. Sang ibu menjelaskan bahwa setelah dia diusir dia kembali pulang ke rumah dengan kelelahan dan kelaparan yg teramat sangat. Saat hujan, mereka tak sengajamenemukan sebuah pondok untuk berteduh. Saat lapar anaknya tak tertahan lagi, ia merebus batu kemudian tertidur. Kemudian batu tersebut meledak. Dan jadilah istana dg dayang dayang.

Saudara jauh paham. Kemudiam ia mencoba merekonstruksikan apa yg dialami sang ibu dan Biang Teler malam itu. Ia minta diusir dg tdk diberi makan. Sang ibu keberatan namun karena dipaksa akhirny ia mengusir saudara jauh demi permintaannya.

Saudara jauhpun pergi dan kemudian dlm lapar ia mencari cari pondok. Setelah menemukannya, ia mencari batu untuk direbus. Kemudian ditunggu sampai tertidur. Tak lama batu meledak. Dan bukannya menjadi istana megah, pondok itu malahan terbakar. Saudara jauhpun menangis dam kembali ke rumah sang ibu dan Biang Teler sembari minta maaf. *RI*

Jumat, 08 Agustus 2014

Pak Kemarin dan Ibu Besok

Dongeng ini tercipta krn membaca salah satu rubrik di majalah Bobo. Dongeng anak. Maafkan saya lupa siapa penulisnya dan dimuat di edisi berapa.
Untuk kepentingan mendongeng sebelum keponakan saya bobok, ijinkan saya menggubahnya. Saya mengambil saripati dongeng tsb. Demikian tanpa mengurangi rasa hormat saya kpd penulis arketipnya.
Mengingat bahasa lisan itu lebih fleksibel dari bahasa tulis, maka untuk menuliskannya kembali perkenankan saya memberi sentuhan ala saya.
Selamat membaca.
***
Alkisah,
di sebuah desa hiduplah sepasang suami istri. Pak Kemarin dan Ibu Besok namanya. Penduduk desa itu menamai mereka berdua demikian krn ketika ditanyai kapan mereka akan membayar hutang, akan selalu dijawab:
Pak Kemarin : Lhoh kan kemarin istri saya selalu bilang..
Bu Besok       : Besoook...
Selalu seperti itu. Berulang ulang. Penduduk desa jengah. Hutang pk Kemarin dan Bu Besok menumpuk. Tak ada yang dikembalikan. Penduduk desa bosan karena selalu dijanjikan besok besok dan besok. Sedangkan besok yang mana tidak pernah jelas.
Penduduk desa kemudian bermufakat. Mereka sepakat untuk memberi pelajaran kepada Pak Kemarin dan Bu Besok.
Jadi, jika kedua pasutri tua itu datang mengetuk pintu rumah untuk berhutang dan meminjam barang, penduduk desa akan menjawab seperti yang biasa dikatakan oleh Pak Kemarin dan Bu Besok.
Di suatu pagi yang cerah, Ibu Besok menyadari bahwa persediaan berasnya mulai menipis. Wah kalau habis, mau makan apa mereka nanti.
Di lain tempat Pak Kemarin melihat ayam ayamnya. Saat melihat ayamnya mulai kelaparan dia mendapati dedak yang juga mulai menipis. Gawat, batin pak Kemarin. Kalau habis ayam ayamnya akan mati.
Pak Kemarin dan Bu Besok bertemu di lincak depan rumah. Mereka harus membeli beras dan dedak. Namun mereka juga tidak mempunyai uang. Sedang hutang masih menumpuk di seluruh tetangga desa.
Mereka berpikir. Jalan satu satunya hanyalah berhutang lagi. Tidak ada lainnya lagi.
Esok paginya mereka pergi ke tetangga A. Meminjam uang untuk membeli beras dan dedak.
Para tetangga di desa sepakat bahwa mereka harus memberi pelajaran pada pak Kemarin dan Ibu Besok untuk tidak memberi pinjaman karena pinjaman yang lainpun belum dikembalikan.
Pak Kemarin berkata pada tetangga A, "Pinjami kami sedikit uang. Habis sudah beras dan dedak. Beri kami belas kasihanmu hai tetangga."
Tetangga A menjawab. "oh oke. Besok ya."
Berjalan lagi mereka menuju tetangga B. Berkata Bu Besok, " Pinjami kami sedikit uang. Habis sudah beras dan dedak. Beri kami belas kasihanmu hai tetangga."
Tetangga B menjawab. "Baiklah. Besok ya."
Begitu seterusnya sampai ke tetangga terujung di desa itu.
Ah ya sudah mungkin memang blm rejeki di hari ini mendapat pinjaman. Sudahlah. Kita datang lagi besok. Kan mereka sendiri yg bilang besok. Kata Pak Kemarin mencoba melegakan dirinya sendiri dan istrinya.
Keesokan harinya datang Pak Kemarin dan Ibu Besok ke tetangga A, "Saya datang menagih janji. Katamu besok engkau memberi kami pinjaman. Beras dan dedak hampir habis."
Berkata tetangga A, "Kan kemarin saya sudah bilang, besok ya."
"Tapi kan itu berarti sekarang?" Kata pak Kemarin.
"Sekarang itu hari ini. Besok itu setelah hari ini. Besok ya besok" kata tetangga A kaku.
Tetangga B pun menjawab serupa. "Kan kemarin saya sudah bilang. Besok saja ya."
Tetangga lainpun sama halnya. Tak ada pinjaman uang untuk membeli beras dan dedak.
Pak Kemarin dan Bu Besok menyesal. Mereka sadar peluru yang mereka tembakkan berbalik kembali kepada mereka. Apa mau dikata hari besok tak kunjung tiba. Ayam ayam pak Kemarin dan Bu Besok banyak yang sudah mati kelaparan. Pak Kemarin dan Bu Besokpun melemah menahan lapar.
Mereka menangis di tengah tengah desa. Semua orang melihat pasutri senja itu bertelut, menangis dan berjanji akan mengembalikan hutang2 mereka sedikit sedikit.
Berjanji untuk menepati omongan dan perjanjian.
Merasakan kesungguhan penyesalan kedua pasutri senja itu. Akhirnya pak Kemarin dan Bu Besokpun dibantu oleh para tetangga dengan catatan tidak ada pengulangan kejadian serupa lagi.
***
Demikian dongeng Pak Kemarin dam Bu Besok. Mengulur ulur waktu. Mudah berjanji tapi tak ditepati. Ah menyebalkan sekali jika bertemu pribadi yg demikian.
Namun review diri sendiri, apakah masih ada jejak watak Pak Kemarin dan Bu Besok dalam ego kita? Semoga jangan. *RI*

Minggu, 27 Juli 2014

Joana, Nama Gadis Kecil Itu..

Hai Joana. Ijinkan saya menulis tentangmu. Tentang senyum manis itu. Tentang hidupmu.

Joana, nama gadis kecil itu. Cantik sekali. Ibumu mengakui kecantikanmu nak. Dia mengasihimu dengan caranya. Jangan membencinya. Jangan mendendam. Dan yang terutama jangan mengkopipaste ibumu dalam dirimu.

Joana, nama gadis kecil itu. Cantik namun tak diinginkan. Mungkin waktu kedatanganmu yang terlalu terburu buru. Tapi nak, bukan salahmu. Juga bukan salah ibumu. Tak ada yang salah. Hidup terlalu indah untuk selalu menjadi kambing hitam atas semua masalah kita.

Joana, nama gadis kecil itu. Senyumnya manis. Menatap sesuatu. Nanar. Ah iya nak, aku lupa. Kau pasti rindu orangtuamu. Rindu sebuah tempat yang dinamakan 'rumah'. Rindumu aku tau. Aku pernah merasakan itu. Joana, Joana, ayah ibumu mengingatmu. Mereka bukan menolakmu. Mereka hanya tak siap nak. Mereka terlalu muda. Bukan salahmu. Bukan salah ayah ibumu. Bukan salah waktu. Waktu terlampau agung untuk kita salahkan.

Joana, nama gadis kecil itu. Alkisah, pernah jatuh dari tingkat dua. Ajaib, kau sehat tak kekurangan apapun. Lihat, betapa Tuhan mengasihimu.

Joana, nama gadis kecil itu. Maaf ya nak, dunia tak begitu ramah. Namun, bersyukurlah. Dunia menjadikan kita luar biasa dengan berbagai macam tantangan.

Joana, Joana. Tuhan mengasihimu. Tuhan memberkati bapak ibumu. Jangan menangis. Tetaplah tersenyum manis seperti itu.

Joana, PA Pondok Si Boncel
*RI*

Kamis, 17 Juli 2014

Maaf MeragukanMU

Kasih Tuhan itu nyata. Hanya kitanya saja yang kadang selalu diperbudak oleh keinginan dan permohonan yang membabi buta.

Hari ini doa saya dijamah Tuhan. Hari ini Tuhan menawarkan kasih lagi lagibm untuk saya dan keluarga saya.

Hati yang beku dicairkan, urat emosi dan dendam yang kencang dilemaskan.

Bodohnya aku sempat meragukan Tuhan.

Dulu berapi api mengatakan Tuhan kabulkan permohonanku. Sekarang sesudah dikabulkan malah malu. Meragukan bahwa Tuhan bisa melakukan semua di luar nalar dan logika. Meragukan bahwa Tuhan bisa berbuat lebih daripada yang kita mohonkan.

Malu ya.

Tuhan, maaf, bahwa aku sempat meragukan. *RI*

Hujan bolehkah aku bertanya sebentar..

Besok aku sudah tak lagi dikatakan muda. Tapi apalah arti sebuah usia jika kita masih berjiwa muda?

Bahwa hidup adalah mampir sebentar untuk minum perlu direvisi. Saya tidak setuju. Saya selalu minum air putih minimal 2 liter sehari. Saya butuh minum. Saya butuh air. Dan saya butuh waktu yang lama untuk minum air. Jadi saya tidak sepakat dengan kata cantik tersebut.

Hidup saya tidak sebentar. Meski belum sampai ke jenjang usia yang ke 60 tapi toh Tuhan masih sudi meniupkan kesempatan untuk bernafas sampai entah kapan. Sekarang ini sudah mengambil ancang-ancang ke usia 30. People says that life begins at thirty. Oke saya harus merevisi lagi. -maaf, tentu revisi ini teruntuk saya pribadi- Saya tidak sepakat. Menurut saya, hidup saya berawal saat saya kembali berjalan menemui dan mencoba mengenal Tuhan. Tiga tahun yang lalu. Saat roda saya sungguh diputar. Hati saya dijamah. Cerita hidup saya dibalikNYA. Perlahan, kadang pahit sesak dan sedikit menyakitkan, tapi lihatlah, sebuah potlotpun harus diraut dan kemudian digoreskan untuk bisa menghasilkan tulisan. Kenapa saya tidak?

Tiga tahun sudah Tuhan mengadakan jalan alternatif untuk saya. Luar biasa karena saya tak pernah merasa mengharuskan Tuhan menjamah segala doa dan permohonan saya.

Mungkin keadaan finansial saya sekarang tak jauh lebih baik dari dulu, tapi ketika saya meretret lagi, sungguh jiwa saya sudah bersemu merah muda. Katakanlah dulu berwarna biru tua semu abu abu. Hanya ada kepahitan. Hanya ada dendam. Kebencian dan luka adalah teman. Sepertinya tidak ada masa depan.

Saat ini sungguh saya sudah tenang. Saya sekarang bisa bersyukur dalam kenangan, jika dulu saya hanya berakhir dengan makian dan umpatan. Saya sekarang mampu mengatakan Tuhan Maha Baik, jika dulu saya hanya berakhir dengan protes betapa tidak adilnya Tuhan, betapa saya tidak pernah ditengokNya. Ah sungguh itu semua sudah berlalu. Berlalu bersama setiap regukan air putih yang mengalir di keringnya organ bagian dalam.

Hidup saya tidak sebentar. Tuhan memberi kelimpahan dalam hidul saya. Tuhan bersinar sinar menampakkan kebaikanNya.

Tidak ada lagi waktu untuk kembali ke masa lalu. Tidak ada waktu untuk menyesal kecewa. Sudah selesai semuanya. Tuhan telah menyeka air mata saya. MenggantiNya dengan segala yang tak pernah terpikirkan.

Hai hujan apa lagi yang harus saya minta kepada Tuhan, ketika kepadaku semua mimpi sedang mendekat berjalan? *RI*

Rabu, 16 Juli 2014

17 Juli Tahun Ini

Sebuah surat terbuka menanggapi ambal warsa bapak. Biar sekali kali dibilang saya ikut trend iklim dunia maya Indonesia. Sedikit sedikit mengirim surat terbuka hanya untuk mengungkapkan ketidaksepahaman seseorang kpd yang lain.

Tapi kali ini saya ingin mengirim surat terbuka untuk bapak saya sendiri. Seseorang yang secara tidak langsung memaksa saya untuk menjadi tegar dan mandiri. 

Pak, tak perlu aku menanyakan kabar. Kabarmu akhir akhir ini sangat mengagumkan. Perkembangan kesehatanmu, semangat dan usahamu untuk mengembalikan arti 'keluarga' kpd kami bertigapun akhirnya berbuah manis.

Ulangtahunmu kali ini indah sekali ya pak.

Sempurna. Setuju kan pak?

Doa saya yang mana lagi yang belum terjawab? Semua sudah ada di depan mata. Semua termasuk kesehatanmu.

2014 ini Tuhan melipatgandakan kasihNya kepada saya, pak.

Bapak ingat, dulu saya selalu iri dan cemburu melihat teman teman saya yang ketika liburan menceritakan pengalamannya diajak berlibur oleh papi mereka masing masing.

Jangankan bercerita, kenangan liburan saya selalu berakhir dengan kibasan tangan menolak pergi kemana mana. Tangan itu dulu seharusnya menggandengku melihat banyak objek wisata di kota kita. Tapi aku tak menyesal sekarang. Tidak ada yang mengharuskanmu mengajakku berlibur. Mungkin jika aku waktu itu serinh kau ajak liburan, aku akan tumbuh dengan hidup mengejar hari libur, aku tak akan seperti sekarang, bekerja terus tanpa libur. Untuk apa liburan sedang pekerjaanku sudah merupakan rekreasi sendiri bagiku.

Bapak ingat, dulu saya sering sakit ketika bapak memukul saya untuk kesalahan yang cuma sebesar upil tumo. Kadang juga saya tidak menemukan kesalahan apa-apa tapi tetap ada pukulan yang mendarat di pipi. Tapi sungguh sekarang saya bersyukur atas perlakuan bapak itu. Jika saya tidak pernah dipukul seperti teman teman wanita saya waktu kecil saya mungkin akan menjadi wanita yang penakut. Wanita yang lemah. Ah perlu waktu bertaun taun untuk tahu bahwa tiap pukulanmu itu bermanfaat lho pak.

Kadang saya kerja pulang  saat malam. Sepi dari lalu lalang kendaraan. Dimana orang kebanyakan sudah tidur, tersisa hanya hiburan malam. Iya itu pak tempat saya bekerja. Saya ngamen di cafe2 dari malam hingga dini hari. Saya berani kok pak jalan pulang di jalanan sepi. Di dalam tas saya selalu sedia gunting atau cutter. Sewaktu waktu ada yang ganggu, saya tak segan untuk menusuk orang. Hebat kan saya pak. Di saat wanita yang lain sedang manja minta diantar jemput ini itu, saya nekad pak. Saya adalah wanita berani. Saya tak takut menerima pukulan karena saya sudah terbiasa mendapat itu darimu. Itu ilmu tak langsung yang aku dapat darimu.

Pak, ini bukan satire. Saya tau bapak takkan sempat untuk mendengarkan saya bersastra karena bukan kuliah jurusan sastra yang bapak idam idamkan. Apalagi sastra Jawa. Mungkin itu seperti jurusan buangan untuk bapak. Entah aku tak tau apa maumu karena tak kau tak beri cukup waktu untukku mengenalmu. Dulu. Sekarang aku berkata lain.

Pelajaran hidup tak hanya datang pada yang bikin senang. Pengalaman kepahitan juga menimbulkan pengajaran yang lebih dalam.

Jika bukan engkau bapakku, aku tak mungkin menjadi sperti saat ini.

Jika dulu engkau sayang dan memperhatikanku, aku mungkin akan tumbuh menjadi wanita manja dan egois.

Jika dulu engkau tak seperti itu, aku tak punya cermin bagaimana harus bersikap menjadi orangtua kelak.

Bapak, selamat ulang tahun. Senang melihatmu sekarang. Jaga kesehatan pak, aku mau bapak melihat saya sukses agar bisa membalas budi bapak.

Yang dilahirkan istrimu sehari sesudahmu,
*RI*

Selasa, 15 Juli 2014

Pukul Enam Pagi

Pukul enam pagi. Tuhan tau DIA tak akan pernah mampu mengantuk. DIA juga pastilah bukan seorang penderita insomnia. DIA memang seperti itu, Tuhan yang tangguh. Apalagi di kehidupanku. Dari waktu aku dijadikan di muka bumi, jika disuruh mencatatkan tentang kebaikanNya, kertas sepanjang tembok Cina juga masih kurang pasti. Bagaimana tidak, semua diberikan untukku. Kalaupun aku mengeluh dan kecewa, Tuhan datang menepuk pundakku. Dengan berkata, "Cah ayu, sabar dikit aja masak ngga bisa". Dan tenanglah aku.

Ya mungkin realitanya tidak seperti itu juga, siapa saya sehingga Tuhan sudi menghampiri saya. Namun saya hanya ingin menunjukkan bahwa apa salahnya mengenal Tuhan sebagai pribadi yang dekat dan bersahabat.

KebaikanNya sungguh luar biasa. Tuhan saya adalah Tuhan yang ajaib dan penuh kuasa. Sedetikpun tak pernah Ia tidak menemani saya. Jadi bisa disimpulkan, saat saya mengalami kepahitan dan merasa ditinggalkan Tuhan, yang sebenarnya terjadi adalah saya yang berlari menjauh. Saya yang meninggalkan. Bukan saya yang ditinggalkan.

Pada pukul enam pagi. Saya meratapi kebodohan saya sendiri.

Iya saya bodoh. Ini tidak tentang mengutuk dan merutuk diri sendiri. Bukan. Ini deposit kekesalan yang selalu saja berulang.

Pukul enam pagi, saat mentari masih ada untuk menghangati bumi, semoga banyak waktu untukku untuk menaikkan madah puji. Tuhan, sungguh untukmu aku masih berkarya.

Maturnuwun nggih..*RI*

Jumat, 11 Juli 2014

Tentang Kekalahan

Orang yang tak pernah mencicipi pahit, tak akan tahu apa itu manis.  (Confusius)
***

Kl memang hidupmu penuh kepahitan,  Sering difitnah dan dicurangi, percayalah Tuhan sedang mempersiapkanmu utk sesuatu yg lbh besar..

Kalau kamu mengalami kekalahan, berbanggalah karena kamu telah diijinkan Tuhan utk mengalami kalah...

Ada beberapa orang yg blm pernah diizinkan Tuhan mengalami kekalahan. Lalu sekalinya dia kalah, dia frustasi smp mati.

Jadi, berbesarhatilah jika kamu kalah. Toh hidup bukan melulu ttg menang atau kalah.

*RI*

Rabu, 09 Juli 2014

Pesta ini 5 Tahun Sekali

9 Juli 2014. Negri ini bermetamorfosa. Ingat jaman dulu, pemerintahan yang sama mampu berkuasa di dalam sebuah negara demokrasi. 

Aneh tapi nyata. Saat para pemuda negri menyatukan suara dan meneriakkan riak reformasi, negri ini berubah lebih dewasa. Walau kemudian perubahan itu hanya sedikit pengaruhnya, namun bukankah kemajuan berawal dari hal yang kecil. 

Bukankah sedikit sedikit lama lama akan menjadi bukit.

Sejak 1998, negri bergejolak. Demokrasi meraung meminta realita dalam praktik kenegaraan yang nyata. Yang selama ini diam dan tenang, kemudian berubah menjadi lebih berani dan beringas. Kekuatan rakyat menjadi nyata. Riil. Bersatu menggulingkan rezim yang telah berlangsung puluhan tahun. Rezim yang menguntungkan beberapa oknum. Rezim yang kemudian dianggap racun dalam tubuh NKRI. Rezim orde baru. Pemerintahan waktu itu terkenal sebagai pemerintahan yang kotor. Berkutat di penyakit korupsi - kolusi dan nepotisme. Itu itu saja namun berbahaya karena sudah mengakar dan membudaya.

Jika kini rakyat menjadi lebih ekspresif, yang demikian adalah wajar. Bagaimana tidak, setelah sekian lamanya mulut dan idealisme tersumpal, akhirnya tiba juga kesempatan untuk bersuara. 

Menyuarakan aspirasi dan kedaulatan.
Rakyat bahkan tak segan untuk menjerit. Rakyat tak ragu untuk menghujat pemimpinnya yang bekerja asal-asalan. Rakyat tak takut-takut untuk nyinyir jika pemerintah terbukti tak becus memimpin negri. Evaluasi terhadap pemerintahan kemudian bersikap terbuka dan tanpa tedheng aling aling lagi.

Jika dulu bersuara sedikit saja, kemudian dipaksa untuk diam bahkan tak sedikit di antaranya yang dihilangkan, maka sekarang, semakin dilarang bersuara, maka ocehan yang akan diterimapun semakin lantang.

Rakyat Indonesia sudah terlampau pintar untuk diakal-akali. Rakyat sudah jengah untuk dibodoh-bodohi. Rakyat bosan selalu dituntut diam dan iya iya saja, sedang para wakil rakyatnya duduk dan bekerja hanya untuk membesarkan lobang setut dan lingkar perut.

Ah ini sudah 2014.

Nanti pagi sampai siang diadakan Pemilu Pilpres. Pemilu kali ini luar biasa heboh. Hanya ada 2 kandidat saja. Nomer satu ada Prabowo dan Hattarajasa. Nomer dua ada Jokowi dan Jusuf Kalla.

Selama masa kampanye, issue yang terburat keluar sangat panas. Suasana politik memanas. Pendukungnyapun ikut memanas. Semua memanas. Entahlah. 

Mungkin inilah euphoria pesta 5 tahunan.

Saking semangatnya membela calonnya masing masing, kalau ada yang mempunyai pendapat yang berseberangan sedikit saja langsung naik pitam. Teman bisa jadi lawan. Sepele. Hanya gara gara terlampau mendewakan idola capresnya.
Jiwa persatuan menjadi terpecah menjadi kubu Prabowo dan kubu Jokowi.
Masing masing timses mendiskreditkan tim yang lain. Yang panas semakin panas. Yang semula anyep pun ikutan panas. Banyak fitnah selama kampanye.

Banyak persengkokolan dan akal akalan. Mungki  itu sudah biasa. Tapi berharap negri ini bisa dibenahi, disembuhkan dari penyakitnya yang kronis agar sehat dan tidak lagi menjadi bangsa yang krisis.


Ah sekali lagi mungkin ini euphoria yang hanya terjadi pada pesta 5 tahun sekali. Jadi berpestalah. Nikmatilah. 


Siapa presiden terpilih masih disimpan oleh semesta. Gunakan hak pilih. Suara kita mahal. Menentukan tampuk estafet kepemimpinan 5 tahun ke depan.


Dalam masa masa seperti ini, terbayang Dia yang memasuki gerbang Yerusalem dengan mengendarai keledai. Dia datang tidak dengan harta dan tahta. Dia datang dengan kasih. Kasih dalam pelayanan.

Bukankah pemimpin itu pelayan?

Mengapa mereka mau berebut kursi utk menjadi seorang pelayan ya? Padahal mereka kebanyakan adalah pengusaha. Berlatar belakang orang kaya. Mengapa sepertinya masih saja kurang puas ya? Aneh. Atau saya saja yang aneh?

Tuhan Yesus pun pernah bersabda seperti yang dicatat di Matius 23: 10-12 bahwa siapa saja yang terbesar harus legawa menjadi pelayan. Karena barangsiapa meninggikan diri dia akan direndahkan, barangsiapa yang merendahkan diri akan ditinggikan di Kerajaan Surga. 

Siapapun presiden terpilih, semoga bhakti untuk melayani ada dan tetap menyala. Bukan untuk menjadi penimbun kekayaan. Cukup mempunyai pemimpin matrealistis. Hanya memperhatikan kepentingan golongan semata.

Tuhan masih sayang sama NKRI. Harus optimis. Generasi optimis adalah jiwa Indonesia yg baru di atas keberagaman. 

Jaya terus bangsaku. Indonesia, negri yang kaya akan cinta. *RI*




Minggu, 06 Juli 2014

Takut Tidak Ke Gereja

Ini bukan halaman tentang bentuk intimidasi Tuhan. Ini contoh kecil dari sedemikian banyak pengalaman tidak enaknya membolos misa.

Entah mengapa setiap saya memutuskan untuk tidak ke Gereja, tak lama setelah hari Minggu selalu saja ada masalah. Apapun bentuknya. Ada saja.

Bawaan hati selalu tidak nyaman. Rasa bersalah yang sedemikian hebat karena hanya sehari dalam satu minggupun mengapa terkadang masih berat dilakoni. Sudah sebegitu keterlaluankah saya sebagai manusia?

Saya tau itu sentilan kecil untuk saya dari Tuhan. Hayo Kiki kemana saja kamu masak datang ke rumahKu, masih tak sempat?

Teraktual adalah minggu lalu. Tidak ke Gereja karena memberati pergu ke mall di Jakarta. Keterlaluan saya memang. Dua pagi sesudahnya, saya mendapat kabar. Eyang putri saya masuk ICCU. Terjatuh dari WC.

Saya tau mungkin kebetulan. Tapi saya juga mempercayai bahwa di dunia ini tidak ada yang kebetulan.

Benar Tuhan tidak suka saya bolos misa. Eyang putri dipakaiNya untuk mengingatkan kebandelan saya.

Saya masih ingat saat saya disibukkan dengan pekerjaan, event dari pagi sampai malam. Senin sampai Minggu. Tidak ada waktu untuk misa. Padahal bisa jika dipaksakan bangun lebih pagi ikut misa jam pertama. Tapi kemalasan lebih kuat.

Tak lama job saya diambil oleh Tuhan. Saya jobless. Duit pas pasan. Pelajaran besar. Saya tak lagi berani tidak ke Gereja hanya karena padatnya pekerjaan.

No excuse.

Alasan apapun itu adalah pembenaran saja.

Tuhan berhak diutamakan. Tuhan berhak dinomorsatukan. Tuhan berhak tau kesungguhan kita mencintaiNya. Tuhan berhak memiliki waktu kita. Dan Tuhan juga berhak untuk mengingatkan kita melalui kepahitan.

Tuhan maha berhak.

Sekali lagi Tuhan tidak mengintimidasi. Tidak. Dia hanya mau kita tahu bahwa Dia memang berhak atas hidup kita.

Jadi, masih berani bolos misa Riz? *RI*

Merawat Senja

Tuhan semoga Engkau tak sedang sibuk,
Ada satu tanya menggantung di bawah perempat abad usia,
Tuhan,
Dengan siapakah Engkau ijinkan aku untuk merawat senja bersama?

*RI*

Jumat, 04 Juli 2014

Doa Awal Bulan

Tuhan Yesus, aku percaya Engkau menyembuhkan eyang putri saya seperti Engkau telah menyembuhkan bapak saya.

Dan saya percaya Engkau akan memulihkan keadaan finansial saya seperti Engkau telah menyembuhkan bapak dan eyang putri saya.

Amin.

*RI*

Senin, 30 Juni 2014

Andai...

Aku bahkan sudah berada di fase aku takut bbm menanyakan "mau berangkat jam berapa?" kepada mereka dengan penyakit ngaret yang akut.

Andai waktu lebih dihargai. *RI*

Memilih Untuk Bahagia

Apa sih susahnya berbahagia?

Bahagia menurutku bukan sebuah kondisi. Bahagia adalah sebuah keputusan.

Keluarga, harta, tahta bukan parameter sebuah kebahagiaan. Terlalu klasik.

Bahagia adalah keputusan. Keputusan untuk menerima kasih Tuhan apapun keadaannya.

Mau sedang susah, mau sedang apek, mau sedang berkecukupan bahkan berkelebihan, mau sedang dalam bencana ataupun kesukacitaan, kalau kita memutuskan untuk berbahagia, maka jadilah kita bahagia.

Tuhan hanya memberikan kita pilihan keadaan. Namun, Tuhan membebaskan keputusan apa yang kita ambil.

Nggak bisa dong kalau kita hanya bertahan menggantungkan diri dalam keadaan yang dikondisikan Tuhan, ya mau kapan kita akan bahagia?

Kebahagiaan sudah ada di tangan. Adalah keputusan mau digenggam atau dilepas, mari silahkan. *RI*

Kapal Oleng, Kapten

Saya percaya ketika kita hendak melompat lebih tinggi, kita perlu membawa posisi badan kita menjadi lebih rendah lagi.

Saya percaya dalam permainan catur, bidak yang dijalankan tak melulu harus maju. Kadang perlu mundur untuk bisa berjalan maju kemudian.

Saya percaya untuk memarkir mobil di mall tak selalu langsung mendapat tempatnya. Kadang harus berputar putar menghabiskan bensin juga tenaga dlm memutar setiran. Kadang harus menunggu mobil lain untuk keluar dan menggantikan tempatnya. Setelah mendapatkan tempat parkirpun, mobil tak begitu saja dg mudah masuk ke tempat parkir itu. Perlu maju mundur, menyesuaikan jarak kanan kiri. Dan bleng! Akhirnya mobilpun terparkir.

Bisa saja kita langsung menikmati mall tanpa repot memikirkan mencari parkiran. Cukup menitipkan kunci ke vallet service. Pasti dengan mengeluarkan uang yang lebih banyak daripada yg cari parkiran sendiri.

Ada juga lainnya yang mudah. Khusus bagi pengemudi wanita kini dimudahkan dengan adanya ladies parking.

Saya percaya semua hal berkesinambungan. Semua hal berkaitan.

Mungkin memang sekarang kapal saya sedang oleng, tapi saya percaya kapal saya dinahkodai Tuhan dengan macam macam manuver yg mungkin tak saya ketahui.

Saya percaya Tuhan sedang menjadikan saya dengan caraNya. Tapi Tuhan bolehkah saya menawar agar ini tak terlalu lama? *RI*

Minggu, 29 Juni 2014

Terbaik

aku adalah aku.kau adalah kau.aku tidak sama dengan engkau.apa yg ku perbuat belum tentu baik utk engkau.apa yg engkau perbuatpun mungkin belum tentu baik untukku.tapi apa yg jd kehendak Tuhan selalu akan jadi baik utk aku dan engkau.mulia lah Tuhan Yesus.amin.*RI*

Bapa Kami dalam Kontemplasi

"Sebuah renungan menjelang Ekaristi"

Bapa Kami

Jangan katakan Bapa,kalau kamu tidak berlaku sebagai anak setiap hari.

Jangan katakan kami,kalau hidupmu penuh egoisme.

Jangan katakan yang ada di surga,kalau kamu hanya memikirkan perkara duniawi. 

Jangan katakan dimuliakanlah nama-Mu,kalau kamu tidak menghormati Allah semestinya.

Jangan katakan datanglah kerajaan-Mu,kalau yang kamu maksudkan adalah keberhasilan duniawi.

Jangan katakan jadilah kehendak-Mu,kalau yang kamu lakukan hanya yang kamu inginkan.

Jangan katakan berilah kami rezeki,kalau kamu tidak peduli terhadap yang lapar. 

Jangan katakan ampunilah kesalahan kami,kalau kamu dendam kepada sesama.

Jangan katakan jangan masukkan kami dalam percobaan,kalau kamu tidak berniat berhenti berbuat dosa. 

Jangan katakan bebaskanlah kami dari yang jahat,kalau kamu tidak tegas menolak kejahatan.

Jangan katakan amin,kalau kamu tidak serius menanggapi doa Bapa Kami.

***

(dari sebuah pesan singkat via bbm yg dikirim dari Bpk Johan, bos Excelso Cafe, waktu saya dan band ngamen di East Alfresco Mall @Alam Sutra setiap hari Jumat dan Minggu. Terimakasih pak. Saya masih ingat kebaikan bapak dan ibu yg menyediakan makanan kecil dan air putih utk kami. Waktu itu tdk ada jatah makan utk anak band. Hanya cafe pak Johan yg berbaik hati utk berbagi. Berkah dalem, pak). *RI*

Selasa, 17 Juni 2014

Aku Ada Untuk Berbahagia

"Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4)

Saya berpikir apakah mungkin Tuhan meninggalkan saya. Saya kemudian berpikir lebih lagi, tak pernah mungkin Tuhan meninggalkan saya.

Tuhan mungkin di sana sibuk melayani banyak antrian doa dan permohonan. Menikmati setiap panjat syukur umatNya sekaligus juga banyak komplain serta keluhan. Sungguh aku membayangkan saking sibuknya Dia tidak mempunyai waktu lagi untuk memperhatikanku. Dan aku tak mau memaksaNya menyisihkan sedikit waktu bagiku. Siapalah aku.

Ternyata pikiran awamku salah. Tuhan tidak melupakan dan meninggalkan aku. Bahkan saat aku tersesat dalam dosa dan kesalahan yang aku berpikir aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, Tuhan tetap setia.

Aku berbahagia.

Hidup di dalamNya aku berbahagia. Tuhan ada dan selalu ada.

Buat apa aku terus tenggelam dalam dosa masa kelam. Tuhan saja sudah melupakannya kan?

Aku berjalan dalam terang kasih Tuhan. Dekat denganNya aku berbahagia. Saat jauh dari genggam kasih Tuhan, entah apa lagi yang aku rasa berharga dan masih bersisa. *RI*

Senin, 16 Juni 2014

Jangan Menyerah di Tengah Tengah

Ada kala dimana kita merasa terpuruk. Merasa apa yang kita lakukan selama ini adalah sia sia dan tak berguna.

Tuhan tidak menginginkan kita menjadi manusia lemah dan ringkih. Dia membuat kita terjatuh agar kita bisa belajar untuk bangkit. Kita tidak akan pernah tau bagaimana susahnya bangkit jika kita tidak pernah mengalami pahitnya saat jatuh.

Tuhan nggak adil? Ah masak iya.

Coba ketika kita berada dalam posisi yang selalu enak dan diberi berbagai macam kemudahan, masihkah kita berani berkata bahwa Tuhan tidak adil? *RI*

Selamat Hari Ayah

Terlambat beberapa hari karena aku bingung memilih diksi paling tepat di paragraf paling awal ini.

Bersyukurlah blogku, bahwa kamu hanya terlambat beberapa hari saja. Coba kamu jadi aku dan bapakku. Untuk kembali ke kodrat sebagai seorang bapak dan anak, kami memerlukan waktu lebih dari 25 tahun.

Tuhan merancang agar kami selalu bersebrangan. Tak akur. Saling membenci dan tidak sudi untuk saling mengakui.

Iya, Tuhan yang menghendaki demikian.

Dia menghendakiku menjadi indah dengan caraNya yang lagi lagi tak bisa aku pahami.

Jika saja aku dan bapak dari kali pertama baik-baik saja mungkin aku akan menjadi seorang wanita manja yang malas dan semau sendiri.

Jika saja bapak dan aku tidak berseberangan mungkin aku akan tumbuh sebagai sesosok yang rapuh dan selalu bergantung pada orang lain.

Jika saja bapakku bukan dia, aku tak akan menjadi sebuah padas yang sama.

Bapak, sebentar lagi Juli. Sudah satu tahun ya pak dari Juli 2013. Cepatlah sembuh, semangatlah melawan penyakitmu.

Mari rayakan Juli kita bersama sama. Aku menunggumu di kota yang sama. Di Jakarta, kota akhir pelarian panjangku.

Satu hal, terimakasih Tuhan masih Kau beri kesempatan untukku memanggilnya, bapak.

Selamat hari ayah, bapak. *RI*


Juli 2013. Juli kita bersama. Sebulan lagi. Ah, mungkin bapak sudah lupa. Tapi buatku sungguh memori ini tak akan kemana-mana.

Minggu, 15 Juni 2014

Mengapa Harus Toilet Duduk ?

Lagi lagi saya ingin share tentang kondisi toilet umum banyak kota di Indonesia. Semoga sepaham. Kalaupun berseberangan, bukankah memang kita dikaruniakan kepala dengan isi yang tak seragam?

***

Tabik para pemilik fasilitas toilet umum di mall mall, pom bensin juga di tempat ibadah seperti Gereja, dan lain sebagainya.

Memang toilet duduk terlihat lebih bersih dan lebih kini. Namun dengan pemeliharaan yang kurang, kenyamanan pengguna menjadi terganggu.

Toilet duduk akan benar jika difungsikan sebagai toilet kering.

Sudah jelas bahwa toilet duduk tapi tetap saja ada yang menggunakannya sebagai toilet jongkok. Sudah begitu dengan enak (mungkin) jongkok dengan tidak melepas alas sepatu. Sehingga kotor dan joroklah tempat dudukan toilet tersebut.

Kurangnya kesadaran akan kebersihan dan pemahaman apa itu toilet kerinh mengakibatkan semakin kumuh dan bertambah parahlah toilet umum kita.

Saya juga tidak sepenuhnya menyalahkan mereka yang menggunakan toilet duduk dengan jongkok. Walaupun sungguh itu juga tidak bisa dibenarkan.

Saya berkaca pada diri saya apa yang akan saya lakukan ketika saya  menemukan toilet duduk yang tempat dudukannya jorok. Mengusam dan ditambah dengan tidak keringnya proses pengelapan oleh penjaga WC. Bagaimana mungkin saya membiarkan diri saya cuek dan seakan tidak melihat kondisi itu. Kemungkinan besar saya akan menahan keinginan untuk pipis. Namun jika hasrat pipis sudah tak tertahankan, saya akan melap sendiri dudukan toilet sampai kering benar dan melapisi dudukannya dengan tissue. Jika benar benar kotor saya akan -terpaksa- ikut ikutan jongkok. (Semacam maling teriak maling ya saya?)

Saya tidak sampai hati membiarkan paha saya bersentuhan dengan dudukan toilet yang kusam dan menghitam. Saya tidak sampai hati juga cebok dan memegang shower yang jatuh dari tempatnya ke air yang menggenang.

Saya kadang juga tidak habis pikir dengan mereka yang cuek saja menggunakan toilet duduk dengan tetap duduk tanpa menyeka permukaannya terlebih dahulu. Apa tidak sadar mereka sedang di tempat umum. Banyak pengunjung yang datang dan kita tidak tahu siapa mereka dengan rekam medis yang bagaimana.

Mengapa toilet umum di negri ini jorok sekali?

Apa memang belum waktunya toilet umum di sini memakai toilet duduk? Apa benar kita masih harus pakai toilet jongkok? Apakah kesadaran akan adanya toilet kering yang bersih masih dibawah standar pemahaman?

Memang ada beberapa tempat yang menyediakan cairan semprotan antiseptic untuk dudukan agar lebih steril. Beberapa. Sebagian kecil tepatnya.

Banyak tempat yang tidak menyediakan tissue. Bahkan shower untuk cebok (entah itu disebut dengan apa). Ada yang karena memang shower itu sudah jadi satu di dalam toiletnya. Namun ada juga yang entah mengapa tak disediakan alat untuk cebok. Baik shower ataupun semprotan dr balik toilet. Seperti pada salah satu hotel di bilangan Semanggi. Jadi apakah yang dimaksudkan pengunjung toilet setelah pipis tidak usah cebok ya? Bagaimana jika kita BAB? Apa harus tidak cebok juga? Atau bagaimana saya gagal paham.

Kalau memang mau dibuat seperti di luar negri, duh Gusti, bagaimana bisa? Atau bukannya kita memang belum terbiasa ya?

Beda budaya beda pula life stylenya.

OMG!

Kembali lagi ke sudut pandang saya.
Apakah tidak lebih baik jika fasilitas wc umum dikembalikan seperti semula. Dengan toilet jongkok. Bukan toilet duduk. Masyarakat kita banyak yang belum nyaman dengan toilet duduk. Buktinya masih banyak yang maksain jongkok di toilet duduk to?

Jika memang fasilitas wc umum menyediakan toilet duduk, apakah tidak sebaiknya pemeliharaan toilet lebih diperketat lagi. Apakah mungkin?

Sok banget sepertinya saya ya. Namun saya berbicara tentulah ada alasannya. Ayolah wanita, lebih pekalah dalam menjaga kebersihan. Saya juga wanita. Wanita buang air kecil tidak bisa dengan berdiri seperti laki laki.

Dan jangan lupa banyak penyakit kulit dan kelamin yang menular dan bisa mengintai siapa saja. Kita tidak tau siapa saja yang menggunakan toilet tersebut. Maka berhati hatilah.
Bersihkan lagi dudukan toilet sebelum akan digunakan. Sekalah hingga benar benar kering. Kalau perlu lapisiah dudukan dengan tissue. Kalau bisa selalu bawa air dalam tas untuk cebok. Atau tissue antiseptic basah.

Jangan lupa buang sampah di tempatnya. Jangan memperparah kotornya sebuah tempat. Ikut bertanggungjawablah.

Saya tidak menyarankan untuk menjadi rempong seperti saya. Hanya saja, tempatkan kebersihan menjadi yang utama dalam poin hidup kita.

Bukankah kebersihan pangkal kesehatan? *RI*